Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Islam Bukan Lagi Agama Resmi Sudan, Lalu Nasibnya Kini...

Islam Bukan Lagi Agama Resmi Sudan, Lalu Nasibnya Kini... Kredit Foto: Reuters/Umit Bektas
Warta Ekonomi, Khartoum -

Pemerintah transisi Sudan telah menyetujui kesepakatan dengan kelompok pemberontak yang mengakhiri 30 tahun pemerintahan di bawah hukum Islam dan tidak lagi menjadikan Islam sebagai agama resmi negara.

Perjanjian itu ditandatangani oleh Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan Pemimpin Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan - Utara (SPLM – N), Abdelaziz Al-Hilu di Ibu Kota Ethiopia Addis Ababa pada Kamis (3/9/2020).

Baca Juga: Tolak Mentah-mentah Tawaran Israel, Sudan: Demi Perdamaian

Dalam perjanjian itu, Sudan tidak lagi menjadikan Islam sebagai agama resmi negara dan mengubah pemerintahan Islam menjadi sekuler.

"Negara tidak akan mendirikan agama resmi," kata perjanjian itu sebagaimana dilansir Middle East Monitor.

“Tidak ada warga negara yang dapat didiskriminasi berdasarkan agama mereka. Agar Sudan menjadi negara demokratis di mana hak-hak semua warga negara diabadikan, konstitusi harus didasarkan pada prinsip 'pemisahan agama dan negara', di saat tidak adanya hak untuk menentukan nasib sendiri yang harus dihormati.”

Perkembangan itu terjadi beberapa hari setelah pemerintah menyetujui kesepakatan damai dengan koalisi kelompok pemberontak di Front Revolusi Sudan di Juba, Sudan Selatan. Penandatanganan akhir dari kesepakatan itu dijadwalkan akan digelar bulan depan.

Langkah-langkah yang diambil oleh otoritas Sudan adalah upaya terbaru untuk menghapus tiga dekade hukum Syariah yang diterapkan di bawah pemerintahan Omar Al-Bashir, yang digulingkan oleh militer pada April 2019 setelah berbulan-bulan protes anti-pemerintah di ibu kota Khartoum.

Sebuah konstitusi sementara, yang mengecualikan referensi apapun ke Syariah sebagai sumber utama hukum di Sudan ditandatangani Agustus lalu.

Al Bashir mulai berkuasa di Sudan setelah kudeta militer 1989 yang diatur oleh Hassan Al-Turabi, pemimpin gerakan Islamis utama, yang membantu mengawasi penerapan ketat hukum Islam di negara itu.

Di bawah kepemimpinan baru, Sudan keluar dari isolasinya di dunia internasional dengan upaya-upaya reformasi, termasuk dengan dihapusnya negara itu dari daftar sponsor terorisme Amerika Serikat (AS).

Meski reformasi di Sudan disambut gembira oleh para juru kampanye hak asasi manusia, partai-partai Islam di negara itu, termasuk Partai Kongres Populer (PCP) secara terbuka mengkritiknya, menyebut pemerintah baru akan mengekor Barat dan menjauhi nilai-nilai agama.

“Jelas bahwa pemerintah ini, yang mematuhi Barat, akan melakukan sekularisasi penuh negara, yang bertentangan dengan nilai-nilai dan agama kami,” tegas PCP.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: