Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Disebut 'Ledek' Rezim Jokowi, Kubu Moeldoko 'Tampar' AHY Soal Demokrasi Era SBY

Disebut 'Ledek' Rezim Jokowi, Kubu Moeldoko 'Tampar' AHY Soal Demokrasi Era SBY Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pengamat Politik sekaligus Lawyer, Saiful Huda Ems, menyatakan, di laman resmi Partai Demokrat, putra mahkota Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang disebutnya dipaksakan menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) telah menyoroti kebebasan sipil di era Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) yang dikatakannya menurun.

Menurutnya, berkaca dari The Economist Intelligence Unit, AHY menyatakan skor indeks demokrasi di Indonesia telah menurun secara signifikan. "Itulah yang akhirnya Indonesia dianggap berada di angka terendah dalam 14 tahun terakhir dari aspek demokrasi". AHY pun menambahkan Indonesia seharusnya menjadi contoh bagi negara demokrasi lainnya, paling tidak di Asia Tenggara.

Baca Juga: Moeldoko Akhirnya Blak-blakan Gak Bilang-bilang ke Bosnya Mau Jadi Ketum Demokrat

Mencermati pernyataan AHY itu, pria yang akrab disapa SHE itu akhirnya membuat beberapa tanggapan. Pertama, pernyataan AHY yang seperti itu jelas menunjukkan kualitas intelektual yang rendah dari seorang AHY yang merupakan politisi pemula. Karena pernyataan itu selain menunjukkan bahwa AHY belum benar-benar bisa memahami apa itu demokrasi, AHY pun rupanya lupa bahwa 14 tahun yang lalu itu SBY yang merupakan bapaknya sendiri masih menjabat sebagai Presiden Indonesia.

"Itu artinya AHY bermaksud ingin meledek Presiden Jokowi, tetapi ia tidak sadar ternyata yang diledeknya bukan hanya Presiden Jokowi, melainkan pula SBY alias bapaknya sendiri, karena menurut AHY selama 14 tahun terakhir Indonesia berada di angka terendah dari aspek demokrasi. Memalukan bukan? Makanya lain kali AHY kalau mau menjiplak omongan orang haruslah sedikit lebih kritis," ujarnya, Selasa (4/5/2021).

Kedua, kata SHE, belum pernah terjadi sepanjang sejarah di Indonesia, ada demonstran yang membakar dirinya sendiri sampai hangus dan mati di depan Istana Negara karena protesnya terhadap prilaku Kepala Negara yang dianggapnya korup, tidak adil dan tidak demokratis, kecuali di zaman SBY menjadi Presiden.

"Apakah AHY anak Pepo itu kurang membaca, hingga dia tidak tau bahwa pernah ada seorang Mahasiswa Universitas Bung Karno yang bernama Sondang Hutagalung yang telah memprotes Presiden SBY dengan membakar dirinya sendiri sampai hangus dan mati di depan Istana Negara pada tanggal 7 Desember 2011? Sekali lagi ini terjadi bukan di era kepemimpinan Jokowi, melainkan di era kepemimpinan SBY," ungkapnya.

Lebih lanjut SHE mengatakan, apakah AHY juga tidak pernah diajari oleh para seniornya di Partai Demokrat bahwa di zaman bapaknya menjadi Presiden RI selama dua periode itu, ormas-ormas pelopor kekerasan dan penentangan ideologi negara seperti HTI dan FPI tumbuh subur, hingga banyak rakyat dan aktivis NU serta para penganut agama dan kepercayaan di negeri ini menjadi korban kekerasan ormas-ormas pentungan itu.

Di sisi lain, lupakah AHY terhadap kekerasan yang pernah dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal di negeri di era kepemimpinan SBY, terhadap kelompok Syiah dan Ahmadiyah yang rumah-rumahnya dibakar dan orang-orangnya dibunuh? Jika AHY tidak mengerti soal itu, silakan AHY banyak bertanya ke aktivis-aktivis NU seperti KH. Maman Imanulhaq dan lain-lain, atau silakan AHY membaca hasil survei yang diungkap oleh Lingkaran Survei Indonesia (LSI) di tahun-tahun terakhir SBY menjabat sebagai Presiden RI.

Menurut LSI saat itu ada peningkatan kasus kekerasan yang berlatar belakang diskriminasi, agama, sosial maupun etnis di era kepemimpinan SBY. Belum lagi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di era kepemimpinan SBY. "Menurut hasil survei LSI, jika sebelum kepemimpinan SBY terdapat 915 kekerasan dengan rata-rata pertahun 150 kasus, di era SBY kekerasan meningkat menjadi 1.483 kasus dengan rata-rata 210 kasus per tahun yang terjadi mulai tahun 2005 hingga 2012," bebernya.

Ketiga, lanjut pria yang bergabung ke kepengurusan Partai Demokrat kubu Meoldoko ini memandang, dengan mencermati pernyataan AHY di atas yang menyatakan bahwa di era kepemimpinan Jokowi, skor indeks demokrasi di Indonesia telah menurun secara signifikan, itu menurutnya jelas menunjukkan bahwa AHY dan bapaknya yakni SBY jelas sekali tidak dapat memahami apa itu demokrasi yang sesungguhnya, hingga keduanya menyimpulkan skor indeks demokrasi secara serampangan.

Menurut Prof. Sri Soemantri, tutur dia, Demokrasi itu dapat dilihat dari dua segi, yaitu demokrasi dalam arti material dan dalam arti formal. Demokrasi dalam arti yang pertama adalah demokrasi yang diwarnai oleh falsafah atau ideologi yang dianut oleh suatu bangsa atau negara. Perbedaan dalam demokrasi yang dianut oleh masing-masing negara menunjukkan adanya perbedaan yang mendasar dalam demokrasi ini. "Oleh karena itu, dikenal adanya Demokrasi Liberal, Demokrasi Sosialis, Demokrasi Rakyat, Demokrasi Sentralisme, dan Demokrasi Pancasila," ulas SHE.

Sementara, demokrasi dalam arti formal mengalami perkembangan, yaitu dari demokrasi langsung, sebagaimana pernah dilaksanakan dalam Negara Kota atau (City State) di Yunani Kuno, menjadi demokrasi tidak langsung. "Demokrasi tidak langsung juga dinamakan demokrasi perwakilan, yaitu demokrasi yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang duduk dalam lembaga/badan perwakilan rakyat. (Prof. Sri Soemantri, Makalah Seminar, Jakarta 12 April 1999)," sambung dia.

Selain itu, jika melihat dari dua segi Demokrasi yang dijelaskan Prof. Sri Soemantri itu, Indonesia yang menganut sistem Demokrasi Tidak Langsung atau Demokrasi Perwakilan ini dan apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi saat ini adalah Demokrasi Pancasila, di mana falsafah atau ideologi negara (Pancasila) selalu menjadi dasar dari berbagai kebijakan Pemerintah dalam hal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.

"Oleh karena itu, di era kepemimpinan Presiden Jokowi ini, ormas-ormas yang melawan falsafah dan ideologi negara seperti HTI dan FPI diberi tindakan dengan keras dan tegas oleh aparat keamanan negara atau dibubarkan oleh pemerintah, agar bangsa dan negara Indonesia ini kembali aman, tertib dan damai," ucapnya.

Jadi menurutnya, demokrasi yang dipilih oleh Presiden Jikowi saat ini adalah Demokrasi Pancasila yang berani bersikap tegas melawan para penghkianat ideologi bangsa seperti HTI dan FPI. "Sedangkan Demokrasi yang nampaknya dulu dipilih oleh Presiden SBY adalah Demokrasi Sak Karepe Dhewe, di mana semua kelompok radikal yang ajarannya bertentangan dengan falsafah dan ideologi negara boleh hidup dan berkembang di Indonesia, meskipun mereka membahayakan keutuhan bangsa dan negara, yang penting Presiden SBY aman dan keluarganya sejahtera," pungkas Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) itu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: