Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kelembagaan Petani Sawit Wujudkan Best Practices

Kelembagaan Petani Sawit Wujudkan Best Practices Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perkebunan kelapa sawit rakyat memegang peranan penting dalam sejarah panjang industri perkebunan kelapa sawit nasional dan terus berkembang pesat. Pengembangan perkebunan sawit rakyat berawal dari pembangunan kemitraan PIR (Pola Inti Rakyat) kelapa sawit yang terdiri dari peran inti dan plasma.

Akan tetapi saat ini, perkebunan sawit rakyat didominasi perkebunan rakyat swadaya, yakni sekitar 93 persen dari total lahan yang dikuasai. Perlu diketahui, perkebunan kelapa sawit rakyat merupakan perkebunan rakyat yang paling prospektif, paling luas, paling banyak petaninya, paling mampu membangun kesejahteraan petani, paling mampu memeratakan pendapatan, memerangi kemiskinan dan kelaparan, memberikan pendidikan petani dan anak petani, berkontribusi untuk devisa, serta berkontribusi untuk ketahanan energi dibandingkan perkebunan rakyat lainnya.

Baca Juga: Direktur Eksekutif PASPI Soal Boikot Sawit di Swiss: Padamkan Api Selagi Kecil!

Kendati demikian, pembangunan perkebunan kelapa sawit rakyat masih menghadapi sejumlah tantangan; salah satunya bargaining position petani yang masih rendah. Mengutip catatan Peneliti Pusat Sains Kelapa Sawit Instiper, Dr. Purwadi, apabila petani masih sendiri-sendiri, tidak akan pernah memiliki posisi tawar yang seimbang.

Barangkali, kondisi ini tidak terjadi pada perkebunan rakyat model kemitraan Plasma-PIR karena mereka sudah membentuk satu kelembagaan dan membangun kemitraan dengan perusahaan/pabrik kelapa sawit. Namun, itu hanya sekitar 7 persen dari total petani sawit rakyat.

Selain itu, manajemen produksi yang lemah menjadikan produktivitas kelapa sawit di tingkat petani masih rendah. Manajemen diartikan sebagai tata kelola pelaksanaan best practices budi daya yang meliputi seperangkat teknologi, baik kecukupan sarana produksi dan pemeliharaan tanaman.

Tata kelola menuju best practices sulit terwujud karena petani bekerja sendiri-sendiri dengan keterbatasan masing-masing, yaitu modal, sarana produksi, tenaga kerja, keterampilan, dan pengetahuan.

"Untuk dapat melakukan best practices, petani membutuhkan modal yang cukup, sarana produksi yang cukup, alat-mesin perkebunan yang sesuai kebutuhan, keterampilan yang baik, pengetahuan yang baik. Pemerintah perlu meningkatkan aksesibilitas, kapasitas, kapabilitas perkebunan rakyat dan pemerintah dapat membantu perkebunan rakyat melalui kelembagaan petani yang baik. Tanpa kelembagaan petani, efektivitas dan efisiensi bantuan tidak dapat tercapai," ujar Dr. Purwadi dalam catatanya yang dilansir dari Majalah Sawit Indonesia.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: