Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Uni Eropa Mampu Kendalikan Pasar Global Secara Unilateral, Bagaimana dengan Sawit?

Uni Eropa Mampu Kendalikan Pasar Global Secara Unilateral, Bagaimana dengan Sawit? Kredit Foto: Reuters/Francois Lenoir
Warta Ekonomi, Jakarta -

Uni Eropa merupakan pasar yang menggiurkan bagi negara produsen kelapa sawit di dunia. Kendati demikian, tantangan yang dihadapi juga tidak mudah.

“Uni Eropa punya kemampuan besar untuk memengaruhi pasar global secara unilateral. Otoritas Eropa dapat menentukan kebijakan perdagangan di 27 negara anggotanya. Memang Uni Eropa ini pasar yang sangat besar termasuk bagi kelapa sawit,” ujar Dubes RI untuk untuk Kerajaan Belgia, Keharyapatihan Luksemburg, dan Uni Eropa saat berbicara dalam INAPalmoil Talkshow bertemakan ”The Fact of Indonesian Deforestation’s Rate”, Rabu (8/9/2021). 

Baca Juga: Kelapa Sawit: Tidak Seseram yang Dituduhkan

Lebih lanjut Andri menjelaskan, kemampuan Uni Eropa untuk mempengaruhi pasar global secara unilateral disebut Brussel Effect. Harus diakui Uni Eropa mempunyai kemampuan regulatory yang sangat bagus. “Birokrasi di Eropa sangat efektif yang membuat 27 negara anggotanya terikat. Dan semua kebijakan perdagangan dibuat menjadi satu. Uni Eropa memang ketat sekali dan masyarakat di sana patuh terhadap kebijakan,” urainya.

Ia mengatakan negara-negara yang berminat memasuki pasar Eropa harus sesuai dengan standar kawasan. Dengan begitu, Uni Eropa mampu membentuk global norm setting yang mengarah kepada global norm power.

Sejumlah perusahaan besar seperti Microsoft, Google, dan Apple juga sudah mengikuti standar Uni Eropa yang dikenal sebagai EU-GDPR (European Union General Data Protection Regulation). “Itu sebabnya, pengaruh Brussel Effect ini juga dirasakan kelapa sawit. Karena kita masih butuh pasar Eropa dan harus mengikuti standar di sana,” kata Andri.

Kelapa sawit akan menghadapi tantangan berkaitan dengan ambisi Uni Eropa untuk menjadi kawasan climate neutral pada 2050. Andri menjelaskan, negara anggota Uni Eropa akan terikat secara hukum dalam mewujudkan European Green Deal yang dituangkan dalam European Union Climate Law (ECL). ECL telah diadopsi oleh Dewan Eropa dan Parlemen Eropa pada 21 April 2021 untuk mendorong target reduksi emisi mencapai 55 persen pada 2030 dan net zero emission 2050.

“Target ini sangat ambisius sekali. Karena itu semua sektor akan terkena dampak European Green Deal termasuk sawit,” jelasnya.

Dijelaskan Andri, tantangan terberat kelapa sawit di Uni Eropa yakni terkait penggunaannya sebagai bahan baku energi transportasi.  Dalam tataran kebijakan, Uni Eropa membidik sawit sebagai biodiesel. Imbasnya, kelapa sawit dikaitkan dengan deforestasi.

“Ada dikotomi pendekatan bahwa sawit sebagai green energy berupaya dihilangkan. Lain halnya sawit sebagai produk konsumen tetap dipertahankan. Karena masyarakat di sana tetap membutuhkan,” jelasnya. 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: