Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kaji Ulang Bioenergi terhadap ILUC, Bagaimana Nasib Sawit di Uni Eropa?

Kaji Ulang Bioenergi terhadap ILUC, Bagaimana Nasib Sawit di Uni Eropa? Kredit Foto: Flickr/European Parliament
Warta Ekonomi, Jakarta -

Berdasarkan hukum iklim yang mulai berlaku sejak Juni 2021, Uni Eropa menargetkan akan menurunkan emisi gas pada tahun 2030 sebesar 55 persen dibandingkan tahun 1990.

Hal ini dinyatakan oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, HE Vincent Piket dalam virtual press briefing ‘Fit for 55 Climate Change, What does it mean for Indonesia?’ pada Kamis (22/07/2021).

Baca Juga: Ketika Raja Sawit Dunia Masih Tertipu dan Menari dari Genderang Negara Lain

Dijelaskan Piket, semua sektor ekonomi di Uni Eropa harus menyesuaikan dan memenuhi tantangan ini dengan cara adil, hemat, dan kompetitif sesuai dengan proposal Fit it for 55 Climate Change, diantaranya terkait tata guna lahan, perubahan tata guna lahan dan regulasi lahan.

Salah satu aspek yang disorot dalam proposal tersebut yakni terkait penggunaan bioenergi. Perlu diketahui, bioenergi merupakan energi yang berasal dari biomassa seperti produk samping pertanian atau limbah yang berkontribusi pada penghentian penggunaan bahan bakar fosil dan dekarbonisasi Uni Eropa, tetapi harus digunakan secara berkelanjutan.

Komisi Uni Eropa mengusulkan kriteria baru yang tepat untuk menghindari penebangan hutan yang tidak lestari dan melindungi kawasan dengan nilai keanekaragaman hayati tinggi.

Khusus kelapa sawit, tidak ada proposal baru sehingga mengikuti kerangka kerja legislasi yang sudah ada. Saat ini, Uni Eropa tengah melakukan studi baru untuk mengumpulkan data pengaruh semua tanaman penghasil bioenergi terhadap Indirect Land Use Change (perubahaan penggunaan lahan tidak langsung). Nantinya, hasil studi ini akan dibawa pada semua stakeholder yang terlibat untuk diobservasi, dan lalu akan diserahkan kepada Parlemen Eropa yang akan membuat regulasi terkait hal ini.

“Kami sadar sawit ini sangat sensitif bagi Indonesia. Tetapi yang paling utama adalah sampai saat ini Eropa masih membeli minyak sawit Indonesia dan Indonesia juga masih mengekspor. Harga fluktuatif sesuai harga global karena Eropa merupakan pasar yang terbuka,” kata Piket.

Apakah sawit berpengaruh terhadap deforestasi baik langsung atau tidak langsung merupakan pertanyaan yang sulit dijawab. Kinerja Indonesia dalam pengurangan deforestasi sudah bagus, tetapi artinya bukan deforestasi sudah berhenti dan reforestasi sudah berjalan. Masih banyak pekerjaaan rumah yang harus dilakukan, terutama terkait pekebun tentang deforestasi ini.

First Counsellor for Climate Change and Environment at the Delegation of the European Union to Indonesia, Heinrette Faergermann menyatakan, Uni Eropa dan Indonesia sudah banyak bekerjasama dalam minyak sawit berkelanjutan. Diantaranya dalam pembuatan dokumen minyak sawit berkelanjutan, program terpecaya yang menunjukkan bagiamana minyak sawit berkelanjutan diproduksi pada level areal juridiksi.

Lewat program KITA-EU, Indonesia dan Malaysia bekerjasama membangun indikator keberlanjutan. Kerjasama dilakukan sampai level paling bawah untuk mendorong Indonesia memproduksi minyak sawit berkelanjutan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: