Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sawit Indonesia-Malaysia dengan Uni Eropa, Begini Perkembangannya

Sawit Indonesia-Malaysia dengan Uni Eropa, Begini Perkembangannya Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak beberapa tahun terakhir, Uni Eropa terus melakukan diskriminasi terhadap minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) Indonesia. Kendati demikian, ekspor CPO dan produk turunannya dari Indonesia ke Uni Eropa justru mengalami peningkatan.

Secara total, Uni Eropa mengimpor minyak sawit dari Indonesia dan Malaysia setiap tahunnya sekitar 7,5 juta ton atau 10 – 15 persen terhadap permintaan global.

Baca Juga: Persepsi Negatif Masyarakat Uni Eropa Dorong Penggunaan Label Bebas Minyak Sawit

Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Piket pada webinar, Rabu (13/1/2021) mengatakan, ekspor kelapa sawit ke Uni Eropa di 10 bulan pertama tahun lalu itu naik, tidak kurang dari 27 persen kenaikan ekspornya. "Itu kalau kita bicara tentang value-nya. Kalau bicara volumenya itu naik 10 persen.”

Lebih lanjut Vincent menjelaskan ini adalah hal yang sangat sukses sekali dari negara Indonesia. Sangat jelas ini adalah sebuah bukti dan ada pintu yang tetap terbuka untuk ekspor untuk sumber daya alam, yaitu untuk kelapa sawit.

"Memang ada perdebatan tentang keberlanjutan minyak kelapa sawit dan minyak nabati lainnya, dan isu ini menjadi persengketaan antara Indonesia dan Malaysia dengan Uni Eropa sejak beberapa tahun terakhir.

"Kita ada kesepakatan dengan Indonesia, tidak ada kebenaran di dalam pernyataan bahwa kami mem-banned, kami melarang ekspor dari minyak kelapa sawit atau membatasi. Kami bekerja sama secara khusus untuk minyak kelapa sawit," paparnya.

Sebelumnya, pembatasan impor CPO dari Indonesia dan negara produsen lain didasari adopsi Pedoman Energi Terbarukan II (Renewable Energy Directive II/REDII) yang menjadi undang-undang Energi Terbarukan di negara tersebut.

Melalui RED II, Uni Eropa didorong untuk meningkatkan porsi sumber terbarukan dalam bauran konsumsi energi menjadi 32 persen dari total konsumsi pada 2030, yang mengindikasikan penghentian penggunaan biofuel, termasuk minyak sawit. 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: