Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Labelisasi Palm Oil Free dan Politik Uni Eropa

Labelisasi Palm Oil Free dan Politik Uni Eropa Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Meskipun pemusnahan label Palm Oil Free (POF) sudah dilakukan dan berhasil diredam di Indonesia sejak 2016 silam, namun labelisasi POF di dunia barat terutama di negara-negara Uni Eropa masih bertebaran.

Beberapa isu label POF yang selama ini beredar yakni seputar kesehatan seperti saturated fat dan isu lingkungan. Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra Siregar mengatakan, klaim terkait kesehatan dapat terbantahkan dengan fakta bahwa minyak sawit mengandung asam oleat dan linoleat yang tergolong asam lemak tidak jenuh, serta vitamin A dan E sebagai anti oksidan.

Sementara itu, klaim terkait lingkungan telah terbukti salah dengan data yang menunjukkan tingkat penggunaan tanah dan air untuk produksi minyak sawit lebih sedikit dibandingkan minyak nabati lainnya. 

Baca Juga: Meski Pandemi, Sawit dan Hilirisasi Takkan Berhenti

Lebih lanjut Mahendra menjelaskan, tren POF di luar negeri dilatarbelakangi dan didorong oleh beberapa faktor diantaranya adanya idealisme suatu kelompok tertentu, sikap proteksionisme dari para ekstrimis sayap kanan dan juga kepentingan-kepentingan marketing yang mengambil peluang demi kepentingan pasar. Misalnya, pada tahun 2017 lalu, KLM telah menggunakan label POF dalam sajian makanan. Melihat kondisi tersebut, CPOPC mengajukan protes melalui surat kepada KLM pada tanggal 23 November 2017, sehingga KLM mengubah labelling dari Palm Oil Free menjadi Sustainable Palm Oil.

Meningkatnya populisme di Eropa menyebabkan partai sayap kanan semakin kuat di berbagai negara. Partai sayap kanan memiliki kebijakan yang cenderung proteksionis dalam bidang ekonomi. Baik populist policy dari rights maupun left menjadi leverage bagi proteksi para petani Eropa. Dalam lima tahun kedepan, kepentingan untuk melindungi petani bunga matahari dan rapeseed di Eropa akan dapat memberi dampak yang semakin buruk terhadap diskriminasi kelapa sawit.

Baca Juga: Selagi Matahari Bersinar, Minyak Sawit Tetap Berbinar

Kendati banyak hambatan, industri makanan di Eropa memerlukan palm oil-based food derivative, yang umumnya berupa palm olein dan palm stearin. Palm Olein digunakan untuk bahan es krim dan frozen pizza, sedangkan palm stearin digunakan sebagai bahan baku margarin. Dalam national post tariff Indonesia, tercatat 3 jenis palm olein dan 19 jenis palm stearin. Meskipun seringkali melakukan kampanye negatif terhadap minyak sawit melalui labelisasi POF, negara-negara Uni Eropa masih mengimpor palm oil-based food derivative dari Indonesia hingga tahun 2020 ini. 

“Dalam perspektifnya, POF tentu saja tidak baik atau merugikan industri kelapa sawit. Namun pada konteksnya, secara strategis yang dirugikan bukan semata-mata stakeholder sawit tetapi Republik Indonesia karena dibelakangnya adalah persepsi dan informasi yang menyesatkan, dan merugikan baik reputasi Indonesia secara umum maupun pemerintah, regulator, serta berbagai pihak tentu yang melakukan penegakan hukum,” tutur Mahendra.

Meskipun tren labelisasi POF di luar negeri dipengaruhi oleh idealisme tertentu, Mahendra yakin bahwa pasar Indonesia juga memiliki beberapa idealisme serupa. Namun yang perlu disyukuri yakni Badan POM yang merupakan lembaga sertifikasi produk yang memiliki otoritas, memahami posisi strategis produk kelapa sawit. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: