Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Vaksinasi Covid-19 Picu Pemulihan Ekonomi di 2021

Vaksinasi Covid-19 Picu Pemulihan Ekonomi di 2021 Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Melihat telah dimulainya upaya vaksinasi Covid-19, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memproyeksi bahwa tahun 2021 ini bisa menjadi tahun pemulihan ekonomi, baik global dan domestik.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist, menyebut, perbaikan ekonomi global telah terjadi secara gradual sejak kuartal keempat tahun 2020, terutama ditopang oleh pertumbuhan di negara-negara berkembang di kawasan Asia.

Baca Juga: Vaksin Mulai Disuntuikan, Pemulihan Ekonomi Diprediksi Baru Terasa di Semester Kedua

"Tahun 2021 akan menjadi tahun pemulihan ekonomi dan perdagangan global. Pemulihan diperkirakan akan makin terakselerasi di semester kedua 2021 seiring peningkatan akses terhadap vaksin dan aktivitas vaksinasi," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (14/1/2021).

Vaksinasi menjadi poin krusial untuk mendorong normalisasi aktivitas ekonomi masyarakat. Produksi dan distribusi akan menjadi perhatian pasar. Saat ini diperkirakan kapasitas produksi vaksin global mencapai 2-4 miliar dosis per tahun. Hingga 11 Januari 2021, 28.5 juta dosis vaksinasi telah dilakukan di seluruh dunia, dengan jumlah terbanyak di Amerika Serikat dan China yang masing-masing telah telah mencapai 9 juta dosis.

Lebih lanjut Katarina mengatakan bahwa tahun 2021 adalah era suku bunga rendah dengan stimulus ekonomi yang masih akan terus berlanjut dan USD yang akan tetap suportif. Kebijakan akomodatif ini akan menguntungkan negara berkembang di tahun 2021.

Perbaikan aktivitas ekonomi serta kebijakan moneter dan fiskal yang akomodatif membuat inflasi di tahun ini diperkirakan meningkat, tetapi tetap terjaga di level moderat. Diperkirakan akan terjadi lonjakan inflasi di kuartal kedua yang dipengaruhi oleh low base effect di kuartal tersebut. Namun, lonjakan sementara ini tidak akan memengaruhi outlook kebijakan suku bunga bank sentral.

Era suku bunga rendah membuat banyak obligasi di dunia mengalami penurunan imbal hasil hingga ke zona negatif. Sekitar US$17 triliun (27% dari total obligasi investment grade) masuk dalam zona imbal hasil negatif, level tertinggi dalam sejarah. Era suku bunga rendah juga mendorong investor global untuk berinvestasi di instrumen yang menawarkan tingkat imbal hasil lebih atau dapat memberikan regular income seperti saham, obligasi negara berkembang, dan REITs.

Pasar domestik

Sejalan dengan kebijakan akomodatif di pasar global, kebijakan moneter dan fiskal di pasar domestik pada tahun 2021 juga akan tetap akomodatif. Bank Indonesia berkomitmen untuk menjaga sikap akomodatif dan mempertahankan perannya dalam mendukung kebijakan fiskal pemerintah. Walau di tahun ini defisit fiskal masih akan tinggi (target 5,7% PDB di 2021), pemerintah mencanangkan penurunan secara bertahap ke level 3% di tahun 2023.

Katarina mengatakan, MAMI memperkirakan nilai tukar rupiah akan bergerak stabil di tahun 2021, didukung oleh beberapa faktor seperti USD yang cenderung lemah karena kebijakan akomodatif The Fed dan pemerintah AS; berkurangnya tekanan pada neraca berjalan; inflasi yang terkendali; dan porsi kepemilikan asing yang rendah terhadap aset finansial Indonesia. Namun, seiring dengan laju pemulihan ekonomi yang akan meningkat di tahun ini, impor juga diperkirakan akan mengalami peningkatan sehingga berpotensi membuat defisit neraca berjalan di tahun 2021 lebih tinggi dibandingkan tahun 2020.

Sementara itu, implementasi omnibus law akan menjadi katalis penting yang harus dicermati bagi dimulainya siklus investasi di Indonesia. Omnibus law berpotensi mengubah Indonesia menjadi salah satu hub rantai pasokan Asia, dan diharapkan dapat menangkap kesempatan relokasi perusahaan dalam upaya mendorong penciptaan lapangan kerja di dalam negeri.

Sentimen terhadap pasar finansial Indonesia akan mengalami normalisasi sehingga dana investor asing diperkirakan akan kembali masuk pada tahun ini. "Potensi inflow masih terbuka bagi Indonesia, mengingat kepemilikan asing di pasar saham dan obligasi yang saat ini masih relatif rendah serta potensi imbal hasil yang masih menarik di pasar finansial Indonesia," jelas Katarina.

Khusus pada pasar saham Indonesia, lanjutnya, peluang inflow masih besar, mengingat net flow di bulan November 2020 baru mencapai US$245 juta, sementara net outflow pada periode 2017 hingga Oktober 2020 sebesar US$6.34 miliar.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: