Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

La Nyalla: Masyarakat Masih Belum Paham Soal Radikalisme

La Nyalla: Masyarakat Masih Belum Paham Soal Radikalisme Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Surabaya -

Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti secara tegas mengatakan, saat ini masih banyak masyarakat yang memiliki pandangan yang salah sehingga timbul paham radikalisme. Dikatakan La Nyalla sapaannya, mereka, melakukan aksi anarkhis hingga teror dengan dalih agama. Padahal radikalisme dan terorisme tidak terkait sama sekali dengan agama apapun. Baca Juga: Jangan Kaget! FPI Disebut Radikal dan Anarkistis, Habib Rizieq Bereaksi

"Pandangan yang salah ini banyak disebabkan karena mereka tidak mendapatkan informasi yang benar. Mereka juga tidak serta merta melakukan kroscek ketika mendapatkan informasi," tegas  La Nyalla saat Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan tema "Pancasila Sebagai Penangkal Bahaya Radikalisme dan Terorisme"  yang digelar di Surabaya, Minggu (08/11/2020). Baca Juga: Sudah Keterlaluan, Buzzer Sekarang Mainnya sama Mafia Tanah, DPR Bereaksi Begini...

Sementara itu Kepala Bidang Penelitian Forum Koordinasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Jatim Ucu Martanto mengungkapkan, hasil Riset FKPT Jatim tentang literasi media, kebhinekaan dan radikalisme menunjukkan jumlah masyarakat yang mendapatkan informasi keagamaan dari media sosial menjadi terbesar kedua setelah dari keluarga.

“Hal inilah yang kemudian menjadi penyebab suburnya paham radikalisme berkembang di Indonesia, temasuk Jatim. Karena para peselancar di medsos ini tidak memahami apakah informasi yang diterima tersebut salah atau benar. Mereka seringkali tidak membaca dan memahami berita yang sampai kepadanya, tetapi justru langsung membagi berita yang diterima,” ujarnya.

Ia juga mengungkapkan, bahwa tingkat literasi media masyarakat Jatim sangat rendah. Jumlah masyarakat yang mempunya literasi tinggi, mulai dari interes atau ketertarikan terhadap berita, kemudian mambaca dan memahami selanjutnya bandingkan dan setelah itu baru membagi, hanya sekitar 8,2 persen.

"Repotnya, seringkali mereka tidak tahu apa informasi benar atau salah. Para peselancar di media sosial, tidak memiliki literasi yang tinggi terhadap media sosial. Ini potret yang menurut kami sangat mengkhawatirkan," kata Ucu. 

Tetapi yang menjadi hal menarik lanjut Ucu, adalah tingkat indeks kebhinekaan di Jatim sangat tinggi. Indeks pemahaman tentang kebinekaan mencapai 91,1 persen sementara indeks sikap kebhinekaan mencapai  75,7 persen. Sementara Potensi radikalisme di Jatim terbilang kecil, dari sisi pemahaman radikalisme yang dianut mencapai 9,2 persen dan sikap radikalisme mencapai 22,4 persen. Sedangkan dari sisi tindakan yang menjurus ke radikalisme mencapai 3,9 persen.

"Kita punya modal yang cukup besar di tingkat kebhinekaannya, sementara kita punya devisit atau kekurangan di literasi digital serta potensi radikalisme," ungkap Ucu.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: