Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Coba Dijawab Mas Nadiem Makarim, Muhammadiyah: Itu Kealpaan atau Memang Sengaja?

Coba Dijawab Mas Nadiem Makarim, Muhammadiyah: Itu Kealpaan atau Memang Sengaja? Kredit Foto: Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, mengkritik hilangnya frasa "agama" dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang dikeluarkan Kemendikbud. Menurut Haedar, hilangnya frasa "agama" merupakan bentuk melawan Konstitusi (inkonstitusional).

"Sebab merunut pada hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti PJPN tidak boleh menyelisihi peraturan di atasnya, yaitu Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945, dan puncaknya adalah Pancasila," kata Haedar dalam halaman resmi Muhammadiyah, dilansir pada Senin (8/3/2021).

Baca Juga: Teruntuk Nadiem Makarim: 'Mas Menteri, Kembalilah ke Jalan yang Benar'

Haedar juga mempertanyakan hilangnya frase "agama" tersebut karena unsur kesengajaan atau tidak. Menurutnya, jika frase "agama" sengaja dihapuskan, ini tidak sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 dan Visi Pendidikan Indonesia 2035.

"Saya bertanya, hilangnya kata agama itu kealpaan atau memang sengaja? Oke kalau Pancasila itu dasar (negara), tapi kenapa budaya itu masuk?"

Visi Pendidikan Indonesia 2035 berbunyi, "Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila."

Haedar memandang hilangnya frasa "agama" sebagai acuan nilai akan berdampak besar pada aplikasi dan ragam produk kebijakan di lapangan. Padahal, pedoman wajib di atas Peta Jalan Pendidikan Nasional, yaitu ayat 5 Pasal 31 UUD 1945, poin pertama Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan secara eksplisit bahwa agama sebagai unsur integral di dalam pendidikan nasional.

"Kenapa Peta Jalan yang dirumuskan oleh Kemendikbud kok berani berbeda dari atau menyalahi pasal 31 UUD 1945. Kalau orang hukum itu mengatakan ini pelanggaran konstitusional, tapi kami sebagai organisasi dakwah itu kalimatnya adalah 'tidak sejalan' dengan Pasal 31," kritik Haedar.

"Jadi inilah yang sering mengundang tanya, ini tim perumusnya alpa, sengaja, atau memang ada pikiran lain sehingga agama menjadi hilang?" tanya Haedar lagi.

Menurut Haedar, hilangnya frase agama menjadi problem serius. "Jika aman, tidak ada masalah, tapi jika ada problem, berarti kita mengawetkan sampai dua puluh tahun ke depan," ucapnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: