Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bamsoet: Setelah Nadiem-Gojek, Dunia Tunggu Aksi Pemuda Indonesia

Bamsoet: Setelah Nadiem-Gojek, Dunia Tunggu Aksi Pemuda Indonesia Kredit Foto: MPR
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, menegaskan bahwa semangat kolaborasi dan elaborasi yang menjadi jargon dunia saat ini bukan berarti menegasikan semangat kompetisi. Mahasiswa dan kalangan muda Indonesia tetap harus bersiap diri menghadapi kompetisi global yang makin ketat, sekaligus harus siap berkolaborasi dan mengelaborasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan pihak yang tak disukai.

Bamsoet, saapan akrabnya, mengatakan, karena ketatnya persaingan di bidang teknologi informasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump bahkan sampai mengeluarkan executive order melarang platform aplikasi milik China, Tik Tok dan We Chat, beroperasi di Amerika Serikat.

Baca Juga: Dukung Adanya Mahkamah Etik, Bamsoet: Etika & Hukum 2 Hal Berbeda

"Trump menggunakan alasan keamanan nasional sebagai dalih pelarangan. Padahal, sebagaimana ramai diberitakan, pelarangan tersebut agar Whatsapp dan juga Facebook yang notabene perusahaan milik Amerika Serikat tak kalah saing," ujar Bamsoet saat mengisi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada para mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (11/8/2020).

Turut hadir antara lain Rektor UIN Syarif Hidayatullah-Prof. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia-Putri, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia-Wulan Sari Aliyatus Sholikhah, dan Ketua Dewan Mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah-Zulhilmi Amrullah.

Mantan Ketua DPR RI ini memaparkan, pelarangan Tik Tok di Amerika Serikat bukan tanpa sebab. Menurut data Statista, per 30 Juni 2020 saja, pengguna Tik Tok di Amerika Serikat sudah mencapai 45,6 juta pengguna.

Trump sebelumnya juga sudah menegaskan, agar Tik Tok dan We Chat bisa beroperasi di Amerika Serikat, mereka harus menjual kedua aplikasi tersebut kepada perusahaan milik Amerika Serikat. Hal itu menandakan bahwa kompetisi dan kolaborasi itu nyata, seperti dua sisi dalam keping mata uang logam. Bahkan, sampai mengharuskan presiden dari negara super power turun tangan.

"Jauh sebelumnya, sejak 2009, pemerintah China juga sudah terlebih dahulu melarang berbagai platform aplikasi asal Amerika Serikat, seperti Facebook, Google, Twitter, hingga Instagram. Dikenal dengan Great Firewall, tak ubahnya seperti Great Wall (Tembok Besar China) dalam menghalau berbagai musuhnya di masa lalu. Jika dari platform aplikasi saja, Amerika dan China sudah bersaing secara ketat, apalagi bidang militer dan ekonomi," papar Bamsoet.

Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menegaskan, tatkala Amerika Serikat dan China saling berseteru menjadi pioneer di berbagai platform aplikasi, Indonesia tak boleh sekadar menjadi penonton ataupun konsumen. Memiliki bonus demografi yang luar biasa dengan jumlah pemuda rentang usia 16-30 tahun diperkirakan mencapai lebih dari 64 juta jiwa seharusnya menjadi modal sosial yang kuat bagi Indonesia untuk mengambil peran dalam percaturan ekonomi dan politik dunia.

"Mark Zuckerberg meluncurkan Facebook pada usia 20 tahun. Larry Page dan Sergey Brin mengenalkan Google saat berusia 25 tahun. Sementara, Zhang Yiming yang berusia 35 tahun adalah tokoh penting d ibalik berdirinya perusahaan ByteDance sebagai induk aplikasi Tik Tok," jelas Bamsoet.

"Setelah Nadiem Makarim yang memperkenalkan platform Go-Jek pada usia 27 tahun, dunia masih menunggu lahirnya pemuda lain asal Indonesia yang mampu mengguncang dunia melalui berbagai karya," pungkas Bamsoet.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: