Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Keluar dari Jebakan Kelas Menengah, Indonesia Butuh Ekonomi Berbasis Inovasi

Keluar dari Jebakan Kelas Menengah, Indonesia Butuh Ekonomi Berbasis Inovasi Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia berambisi keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah atau middle income trap pada 2045. Middle income trap adalah kegagalan suatu negara untuk naik kelas dari negara berpendapatan menengah menjadi negara dengan pendapatan tinggi, sehingga negara tersebut tertahan terus statusnya sebagai middle income country.

Adapun sejak pertengahan 2020, status Indonesia telah menjadi upper middle income country dengan GNI per capita mencapai US$4.050 pada 2019. Namun Indonesia berpotensi turun kasta menjadi lower middle income country dengan GNI per capita yang turun menjadi US$3.806,4 pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 yang memukul perekonomian hingga mengalami kontraksi sebesar -2,07 persen.

Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, untuk mencapai visi 2045, Indonesia perlu merubah mindset dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources) menjadi ekonomi berbasis inovasi.

Baca Juga: Jokowi Dorong Perekonomian Berbasis Inovasi dan Teknologi

"Ini artinya inovasi harus menjadi arus utama atau mainstream di dalam perekonomian Indonesia ke depan," ujar Bambang dalam sambutannya pada acara Indonesia Digital Innovation Award 2021 yang digelar Warta Ekonomi secara virtual di Jakarta, Rabu (31/3/2021).

Oleh sebab itu, dalam periode 5 tahun ke depan, pihaknya fokus menciptakan inovasi yang kuat dengan kegiatan riset dan development yang bisa melahirkan inovasi.

Namun hal ini tentu tidak mudah, pasalnya untuk soal inovasi, rangking Indonesia berada di posisi 85 dalam Global Innovation Index 2020, kalah jauh dibandingkan negara tetangga seperti Singapura (8), Malaysia (33), dan Thailand (44).

"Ada tiga faktor yang membuat Indonesia ketinggalan dalam inovasi yaitu pertama faktor institusi. Kebenyakan institusi kita belum ramah dengan inovasi, artinya belum mendorong terjadinya kegiatan atau gagasan inovatif di dalam lembaga itu sendiri, cendenrung hanya menjalankan apa yang sudah ada," cetus Bambang.

Faktor kedua, Indonesia masih lemah dalam human capital dan research-nya padahal kedua hal tersebut amat dibutuhkan untuk melahirkan berbagai inovasi kuat

Faktor yang terakhir, lanjut Bambang adalah business sophistication yang masih rendah. Artinya, bisnis di Indonesia itu kebanyakan masih sederhana di mana kegiatan bisnis utamanya masih jual beli.

"Business sophisticated adalah bisnis yang sudah mengedepankan inovasi sebagai cara mereka bersaing seperti contoh produk handphone yang kita pegang masing-masing itu semua dari inovasi. Tidak mungkin ada fitur baru tanpa inovasi dan riset dari mereka. itulah cara perusahaan untuk survive di masa depan," ungkapnya.

"Jadi kalau perusahaan Bapak/ Ibu yang sudah mengedepankan digital innovation paling tidak Bapak/ Ibu sudah mulai menatap masa depan dan mningkatkan kecanggihan model bisnis," tambah Bambang.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Bagikan Artikel: