Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Minyak Tetap Tinggi Karena OPEC……

Harga Minyak Tetap Tinggi Karena OPEC…… Kredit Foto: Reuters/Alexei Druzhinin
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada hari Senin (1/7/2019), Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) sepakat untuk memperpanjang pengurangan pasokan minyak hingga Maret 2020. Keputusan ini diambil tidak mudah, mengingat setiap negara anggota OPEC mempunyai kepentingan yang berbeda-beda.
Arab Saudi, misalnya, sebenarnya mempunyai kepentingan dengan Amerika Serikat (AS).

Maklum, Presiden AS, Donald Trump, yang telah menuntut pemimpin OPEC Arab Saudi, memasok lebih banyak minyak dan membantu mengurangi harga jika Riyadh menginginkan dukungan militer AS dalam perselisihannya dengan musuh bebuyutannya, Iran. Demikian dilaporkan laman Reuters.

Benchmark minyak mentah Brent LCOc1 telah naik lebih dari 25% sehingga tahun ini setelah Gedung Putih memperketat sanksi terhadap anggota OPEC, Venezuela dan Iran, memangkas ekspor minyak mereka.

Baca Juga: Terapkan Kesepakatan OPEC, Rusia, dan Arab Saudi Sepakat Kurangi Produksi Minyak

OPEC dan sekutunya yang dipimpin oleh Rusia telah mengurangi produksi minyak sejak 2017 untuk mencegah penurunan harga di tengah produksi dari Amerika Serikat, yang telah mengambil alih posisi Rusia dan Arab Saudi sebagai produsen top dunia.

Kekhawatiran tentang permintaan global sebagai akibat dari perang dagang AS-Cina telah menambah tantangan yang dihadapi oleh 14 negara anggota OPEC, walaupun saat ini keduanya sudah bersalaman.

"Arab Saudi telah melakukan yang terbaik pada harga US$70 per barel terlepas dari apa yang diinginkan Trump. Tetapi mereka belum berhasil, bahkan ekspor minyak Iran dan Venezuela sudah menurun. Dan alasannya adalah lemahnya permintaan dan pertumbuhan shale (minyak AS),” ungkap Gary Ross dari Black Gold Investors.

Amerika Serikat, meskipun bukan anggota OPEC, juga tidak berpartisipasi dalam pakta pasokan, namun merupakan konsumen minyak terbesar di dunia. Lonjakan harga minyak mungkin mengarah ke bensin yang lebih mahal, ini menjadi masalah utama bagi Trump jika ia ingin terpilih kembali tahun depan.

Brent awalnya naik sebanyak US$2 pada hari Senin menuju US$67 per barel karena para pedagang mengutip tekad OPEC untuk membatasi output. Tapi setelah aksi ambil untung, harga menurun ke US$65.

Baca Juga: Tak Terlihat Pesawat Musuh, 'Radar Siluman' Milik Rusia Siap Diuji Coba

Putin Setuju dengan Arab Saudi

Pertemuan OPEC pada hari Senin akan diikuti oleh pembicaraan dengan Rusia dan sekutu lainnya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC +, pada hari Selasa.

Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan pada hari Sabtu bahwa ia telah setuju dengan Arab Saudi untuk memperpanjang pengurangan produksi global sebesar 1,2 juta barel per hari, atau 1,2% dari permintaan dunia, hingga Desember 2019 atau Maret 2020.

“Harga minyak bisa terhenti karena pelambatan ekonomi global yang menekan permintaan dan minyak AS yang membanjiri pasar,” dugaan Reuters berdasarkan temuan para analis.

Menteri Energi Saudi, Khalid Al-Falih, mengatakan bahwa ia menjadi lebih positif terkait ekonomi global setelah pertemuan dengan para pemimpin dunia G20 pada akhir pekan.

Baca Juga: Perang Hacker: Intelijen Barat Meretas Yandex 'Google Rusia'

"Ekonomi global pada paruh kedua tahun ini terlihat lebih baik hari ini daripada yang terjadi seminggu yang lalu karena kesepakatan yang dicapai antara Presiden Trump dan Presiden Xi (Jinping) dari China, serta dimulainya kembali negosiasi perdagangan yang serius," terang Falih.

Dia mengatakan Arab Saudi akan terus mengurangi pasokan ke pelanggan pada Juli. Ia juga mengatakan bahwa ia yakin produksi minyak AS akan memuncak dan kemudian akan mempengaruhi dataran tinggi, seperti Laut Utara atau daerah minyak lainnya.

"Alasan untuk memperpanjang perjanjian menjadi sembilan bulan, bukan enam adalah untuk meyakinkan pasar bahwa kesepakatan akan tetap berlaku selama periode permintaan rendah musiman pada kuartal pertama 2020," ungkap Amrita Sen, salah satu pendiri Energy Aspects.

Sumber-sumber OPEC mengatakan Iran dan Saudi berdebat tentang isi draft tetapi akhirnya menyetujui rinciannya meskipun Teheran mengkritik Putin yang  mengumumkan kesepakatan sebelum pertemuan OPEC. OPEC juga membenarkan bahwa sekretaris jendralnya, Mohammad Barkindo, akan menjalani jabatannya tiga tahun lagi.

Baca Juga: Minyak Turun Karena Pernyataan OPEC

Ekspor Iran anjlok ke 0,3 juta barel per hari pada Juni, dari sebanyak 2,5 juta barel per hari pada April 2018, dikarenakan sanksi baru Washington.

Sanksi tersebut menempatkan Iran di bawah tekanan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bahkan di 2012, ketika Uni Eropa bergabung dengan AS sanksi terhadap Teheran, ekspor negara itu sekitar 1 juta barel per hari. Minyak mewakili bagian terbesar dari pendapatan anggaran Iran.

Washington mengatakan ingin mengubah apa yang disebutnya rezim "korup" di Teheran. Iran mengecam sanksi itu adalah ilegal dan mengatakan bahwa Gedung Putih dijalankan oleh orang-orang "kurang waras".

“Ketegangan yang memburuk antara AS Dan Iran memiliki potensi volatilitas harga minyak yang dapat menjadi rumit bagi para anggota OPEC untuk dikelola,” pungkas Ann-Louise Hittle, wakil presiden, minyak makro di konsultan Wood Mackenzie.

OPEC akan mengadakan pertemuan berikutnya pada 5 Desember .

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: