Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dari Zaman Sutiyoso hingga Anies Baswedan, Ini Sederet Bangunan Ikonik Gubernur Jakarta

Dari Zaman Sutiyoso hingga Anies Baswedan, Ini Sederet Bangunan Ikonik Gubernur Jakarta Kredit Foto: Ist
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jakarta, ibu kota negara menjadi barometer pembangunan bagi daerah lain. Para gubernurnya pun memiliki mahakarya pembangunan dalam setiap kepemimpinannya. Misalnya saja, sejak kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso (Bang Yos) hingga Anies Baswedan yang kini memasuki masa empat tahun menjadi orang nomor satu di Jakarta.

Dihimpun dari berbagai sumber, Bang Yos terkenal dengan pencetus moda transportasi bus Transjakarta. Pria yang menjabat Gubernur DKI dua periode sejak 1997-2007 itu meluncurkan sistem angkutan massal dengan nama bus Transjakarta atau busway sebagai bagian dari sebuah sistem transportasi baru kota pada 2004 dengan Koridor Blok M-Kota atau koridor I. Setelah sukses dengan Koridor I, pengangkutan massal dikembangkan ke koridor-koridor berikutnya hingga mencapai koridor VII.

Baca Juga: Langkah DKI Jakarta Capai Vaksinasi Lansia Tertinggi

Keberadaan Transjakarta awalnya ditentang beberapa pihak terutama pengguna kendaraan pribadi karena mengurangi satu lajur jalan. Selain itu, pembangunan halte-halte busway juga mengakibatkan sebagian pepohonan yang berada di pembatas jalan ditebang.

Di lain pihak, Transjakarta disambut baik penggunanya karena dianggap lebih nyaman dari angkutan umum sejenis lainnya. Pengembangannya pun berlanjut sampai kepemimpinan Anies yang saat ini berjumlah 13 koridor.

Setelah Bang Yos, pada Pilkada 2007 Fauzi Bowo atau akrab disapa Foke terpilih menjadi Gubernur DKI. Foke diketahui pendamping Sutiyoso. Selama satu periode memimpin Jakarta, banyak kebijakan Foke yang terlontar, tapi belum terlaksana seperti proyek Jakarta Emergency Dredging Initiative (JEDI) dalam Penanggulangan Banjir Jakarta dan Mass Rapid Transit (MRT).

Salah satu terobosan Foke yang terealisasi adalah Jalan Layang Non Tol (JLNT) Casablanca yang menghubungkan Kampung Melayu-Tanah Abang dan JLNT Antasari-Blok M. Keduanya dibangun untuk mengatasi kemacetan dan meminimalisasi pembangunan MRT yang akhirnya dibangun saat kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) pada 2013.

JLNT Casablanca sepanjang 2,3 kilometer memiliki jalur yang berkelok-kelok dan menghabiskan biaya sekitar Rp840 miliar. Jalan layang ini mampu menampung 7.200 kendaraan tiap jam dan dapat mengurai kemacetan hingga 40% setiap harinya.

Belum rampung pembangunan kedua JLNT, Foke dan wakilnya Prijanto kalah dalam konstelasi politik 2012 oleh duet Jokowi-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Akhirnya, proyek tersebut diresmikan Jokowi pada 2013 sekaligus mencanangkan pembangunan MRT Blok M-Bundaran HI. Tak heran jika Jokowi terkenal sebagai orang yang memiliki ide membangun MRT untuk mengurai kemacetan.

Proyek MRT Jakarta dimulai dengan pembangunan jalur MRT Fase I sepanjang 16 kilometer dari Terminal Lebak Bulus hingga Bundaran HI yang memiliki 13 stasiun berikut 1 Depo. Selain itu, Jokowi juga melanjutkan proyek JEDI dengan menormalisasi 13 sungai dan waduk. Rumah susun menjadi solusi utama untuk relokasi dalam jumlah besar.

Pada banjir Jakarta 2013, warga Waduk Pluit, Waduk Ria Rio, dan Kali Pakin misalnya direlokasi antara lain ke Rumah Susun Pinus Elok, Rumah Susun Marunda, Rumah Susun Tambora, dan lainnya. Dalam merelokasi, Jokowi menggunakan pendekatan humanis seperti makan bersama dan sebagainya.

Belum selesai pembangunan, Jokowi tergiur konstalasi Pemilihan Presiden 2014. Dia pun berhasil menang dan mewariskan kursinya kepada wakilnya, Ahok.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: