Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jelas Alasan Kenapa Analis Ingatkan Posisi Tidak Enak Indonesia di LCS Pasca-AUKUS

Jelas Alasan Kenapa Analis Ingatkan Posisi Tidak Enak Indonesia di LCS Pasca-AUKUS Kredit Foto: Reuters
Warta Ekonomi, Sydney -

Ketegangan China-Australia yang meningkat atas perjanjian AUKUS baru yang menyerukan pembagian teknologi kapal selam nuklir AS dengan Australia, bersama dengan ekspansionisme angkatan laut China di Laut China Selatan, telah membuat Indonesia dengan tindakan penyeimbangan yang rumit, kata para analis.

Perjanjian AUKUS, yang melihat Australia memperoleh teknologi AS yang berharga untuk membangun armada kapal selam bertenaga nuklir, secara luas dipandang sebagai pencegahan strategis oleh Washington dan Canberra terhadap ekspansi angkatan laut agresif China di Laut China Selatan.

Baca Juga: Alasan Mengapa Indonesia Harus Merangkul AUKUS

Terletak di antara China dan Australia, kepulauan Indonesia yang luas memiliki jalur laut strategis yang menghubungkan Samudra Hindia dan Pasifik serta menghubungkan Laut Cina Selatan dengan perairan di lepas pantai Australia utara. Kapal selam dapat lewat tanpa terdeteksi melalui parit laut dalam.

Mengutip VOA, Senin (25/10/2021), Indonesia menanggapi kesepakatan AUKUS dengan mengungkapkan “keprihatinan mendalam atas berlanjutnya perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan di kawasan” dalam pernyataan lima poin yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri pada bulan September.

Pernyataan itu juga mendesak penghormatan terhadap Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, yang mengatur navigasi melalui perairan internasional. Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar mengatakan Indonesia “khawatir” bahwa akuisisi kapal selam nuklir Australia akan memacu perlombaan senjata dan ketidakstabilan regional.

Penghinaan terhadap nonalignment

Melenturkan persaingan kekuatan besar di lingkungan Indonesia dipandang sebagai penghinaan terhadap kebijakan luar negeri nonalignment dan resolusi ketegangan regional melalui diplomasi dan dialog yang berpusat pada Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara.

“Mereka sangat khawatir. Ada keyakinan yang tulus dari banyak orang Indonesia bahwa mereka sangat tidak ingin halaman belakang mereka menjadi zona konflik,” kata analis David Engel, kepala program Indonesia di Australian Strategic Policy Institute.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: