Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pekan Ketiga Februari, BI Prediksi Deflasi 0,07%

Pekan Ketiga Februari, BI Prediksi Deflasi 0,07% Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia (BI) menyimpulkan bahwa Indeks Harga Konsumen (IHK) pada pekan ketiga Februari 2019 terjadi deflasi sebesar 0,07% secara bulanan (month to month/mtm).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, perkembangan harga-harga tetap terkendali bardasarkan SPH yang dilakukan oleh 46 kantor perwakilan BI di seluruh daerah Indonesia.

"Survei pemantauan harga yang kami lakukan sampai dengan minggu ketiga ini, kami perkirakan Februari akan terjadi deflasi. Deflasi sebesar 0,07% mtm. Kalau dihitung year on year (yoy) perkiraan kami Februari 2019 berdasarkan pemantauan harga tadi adalah (inflasi) 2,58% yoy," ujar Perry di Jakarta, Jumat (22/2/2019).

Angka tersebut, kata Perry, jauh lebih rendah dibandingkan realisasi inflasi Januari 2019 yang sebagaimana diketahui terjadi inflasi 0,32% mtm. Sementara secara tahunan, di Januari terjadi inflasi 2,82% dan Februari pekan ketiga inflasi 2,58%.

Terjadinya deflasi pada pekan ketiga Februari 2019, lanjut Perry, karena semua harga terkendali, bahkan mengalami penurunan. Deflasi tercatat di sejumlah kelompok harga pangan bergejolak (volatile food) seperti cabai merah yang mengalami deflasi minus 0,07%. Demikian juga daging ayam ras, bawang merah deflasi 0,06%, dan telur ayam ras minus 0,05%.

"Dan demikian juga sejumlah komoditas lain. Cabai rawit juga minus 0,02%. Bensin deflasi minus 0,07%, khusunya untuk BBM yang nonsubsidi karena harga minyak dunia turun," tambah Perry.

Baca Juga: Bank Indonesia Sebut Izin LinkAja Masuk Tahap Akhir

Baca Juga: Pekan Pertama Februari, Inflasi Diperkirakan Turun

BI mengklaim inflasi inti juga menunjukkan tren yang rendah dan terkendali kendati Bank Sentral belum bisa menjabarkannya. Inflasi inti yang rendah terutama karena kebutuhan dari kenaikan permintaan dalam negeri masih dapat dipenuhi dari pasokan.

"Jadi, kalau lihat dari agregat supply atau penawaran, agregat itu masih lebih tinggi dari penawaran permintaan agregat atau output gap itu masih negatif. Sehingga, meskipun permintaan naik, kami tidak melihat adanya tekanan-tekanan inflasi inti dari permintaan," jelas Perry.

Kemudian inflasi dari luar negeri, baik karena rupiah maupun imported inflation itu tetap rendah. Sehingga, semuanya mendukung inflasi inti yang terkendali.

Dengan perkembangan tersebut, BI meyakini inflasi secara keseluruhan tahun akan lebih rendah dari sasaran BI yang sebesar 3,5 plus minus 1%. "Dari sisi dua indikator tadi menunjukkan bahwa harga-harga terkendali, harga pangan maupun inflasi inti, sehingga akhir tahun ini perkiraan kami inflasi akan lebih rendah dari 3,5%," tutupnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: