Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Anggota DPR Minta Jatah CSR di BUMN, MKD Diminta Bertindak!

Anggota DPR Minta Jatah CSR di BUMN, MKD Diminta Bertindak! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tindakan sejumlah anggota DPR yang meminta bagian dan pelibatan dari program corporate social responsibility (CSR) milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dinilai tidak etis dan berpotensi merugikan keuangan BUMN. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk mendalaminya. Praktik tak patut anggota DPR itu perlu mendapatkan tindakan tegas dari Lembaga Antirasuah.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, sikap legislator itu perlu diselisik KPK untuk memastikan adanya dugaan pelanggaran hukum. Ia menegaskan, fenomena ini menunjukkan praktik korupsi minta jatah masih membayang-bayangi wakil rakyat. KPK perlu menindaklanjuti secara serius.

Baca Juga: KPK Dikabarkan Segel Kantor Bupati Kutai Timur

"Kalau pimpinan KPK masih mendengar kasus permintaan CSR ini, mestinya KPK bisa bekerja mendalami," ujar Lucius dalam diskusi "Kala DPR Minta Jatah CSR dan Tolak RUU PKS", Kamis (2/7/2020).  

Menurut Lucius, kejadian permintaan CSR ke BUMN itu hampir dengan kasus rasuah yang dilakukan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana. Sutan terlibat dalam kasus korupsi SKK Migas pada 2015. Kala itu, kata Lucius, Sutan terlibat kasus permintaan jatah dari perusahaan pemerintah.

"Ini tidak berbeda jauh, isi permintaanya juga sama," katanya.

Lucius menilai, seakan-akan anggota DPR itu pura-pura tak paham bahwa rapat dilakukan terbuka dan direkam, malah dengan terbuka meminta jatah CSR dalam forum rapat resmi Komisi VII DPR dan holding industri pertambangan BUMN, yaitu MIND ID, pada Selasa (30/6/2020). Menurut Lucius, tindakan itu mengonfirmasi bahwa anggota DPR masih punya perilaku sama ingin mengambil hak masyarakat, dalam bentuk CSR, untuk kepentingan politik pribadi.

"Nafsu yang sudah mengurat akar nadi anggota DPR yang terungkap tanpa skenario. Kami mendorong KPK untuk tidak tidur, ada banyak uang yang perlu diawasi," tegasnya.

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow meminta kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI untuk memeriksa anggota DPR yang meminta dilibatkan dalam pendistribusian dana CSR BUMN. Kata Jerry, Badan Kehormatan DPR perlu bertindak untuk memeriksa dan mengadili etik yang terlibat karena dilakukan di forum resmi DPR.

Lebih lanjut, Jeirry menyatakan MKD wajib bertindak untuk mengatasi persoalan tersebut. Bila tidak, citra dan kehormatan DPR akan kembali tercoreng. Ia menegaskan tak patut anggota DPR menggunakan dana CSR untuk mendapatkan keuntungan politis pribadi masing-masing. Sebab, kata dia, dana CSR sesungguhnya diperuntukkan khusus bagi masyarakat.

"Ini mengerikan sekali. Kita tidak boleh membiarkan dana-dana ini dipolitisir lagi," kata dia.

Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi menilai, permintaan jatah CSR merupakan bentuk arogansi anggota DPR. Karena itu, oknum anggota DPR yang meminta tersebut layak diberikan "kartu merah" oleh masyarakat dan parpol pengusung agar tak melakukan kejadian serupa kembali. Partai pun mesti berbenah, mengontrol anggota untuk tidak meminta-minta jatah dan memotong hak masyarakat.

"Jangan mentang-mentang di parelmen, mereka memperlakukan rekan mereka sesuka hati," kata dia.

Ia menilai, perdebatan yang dipertontonkan anggota Komisi VII pada rapat dengar pendapat (RDP) dengan Holding Tambang (MIND ID) itu tak penting karena ternyata ada motif minta jatah. "Ini masalah uang, masalah program, bukan masalah amat penting ketika kemudian perusahaan tidak mengeluarkan data-data CSR," kata dia.

Sebelum permintaan CSR, RDP tersebut sempat diwarnai ketegangan. Anggota Komisi VII DPR RI dari Partai Demokrat, Muhammad Nasir, dan Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak, terlibat dalam perdebatan sengit. Muhammad Nasir bahkan sampai mengusir Orias Petrus Moedak keluar dari ruang rapat. Tak hanya itu, Muhammad Nasir menyebut tak mau lagi rapat dengan Orias.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: