Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Raja Sawit Dunia Masih Tertipu dan Menari dari Genderang Negara Lain

Ketika Raja Sawit Dunia Masih Tertipu dan Menari dari Genderang Negara Lain Kredit Foto: Antara/Budi Candra Setya
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sejak tahun 2006, Indonesia telah berhasil menggeser posisi Malaysia sebagai raja minyak sawit dunia, baik dari sisi luas lahan maupun produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO). Sungguh disayangkan, dengan predikat tersebut, seharusnya Indonesia mampu mengatur perdagangan minyak sawit global, namun yang terjadi justru sebaliknya.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengatakan, hingga saat ini, Indonesia selalu menuruti kemauan pembeli CPO.

Baca Juga: BASF Terbitkan Laporan Perkembangan Sawit Kelima

“Nyatanya Indonesia masih bisa ditipu. Kita sering dibohongi dalam banyak hal terkait sawit, dan penipuan itu dilakukan pihak Eropa sejak abad lalu dan berlangsung hingga kini,” kata Sahat seperti dikutip dari laman Elaeis.co.

Dijelaskan Sahat, penipuan tersebut sudah dimulai sejak proses pengolahan awal tandan buah segar (TBS) hingga dijadikan minyak goreng. Eropa menghendaki proses sterilisasi dalam pengolahan buah sawit agar minyak goreng yang dihasilkan menjadi lebih jernih. Namun sebenarnya, hal ini berdampak pada banyaknya kandungan gizi sawit yang hilang

“Warna merah pada minyak sawit atau red palm oil yang banyak diproduksi di Afrika dan penuh gizi, justru tidak pernah disukai oleh Eropa. Nah, kita di Indonesia ini, dari dulu sampai sekarang malah ikut-ikutan standar Eropa. Tak heran kalau minyak goreng yang kita produksi menjadi bening, tapi justru banyak gizinya seperti karatenoid dan vitamin A hilang,” ungkap Sahat.

Hal senada juga disampaikan Direktur Eksekutif PASPI, Dr Tungkot Sipayung. “Kita raja sawit, seharusnya jadi pemimpin, bukan malah mengikuti maunya negara lain,” ungkap Tungkot.

Menurutnya, proses hilirisasi produksi sawit yang belum sebanyak dan sekuat rival sawit bebuyutan, Malaysia, menyebabkan Indonesia terpaksa tunduk pada kemauan pasar. “Tapi harus disyukuri dalam 10 tahun terakhir Indonesia sudah bisa membuat 200 produk hilir dari sawit,” papar Tungkot.

Tungkot menyarankan, agar dapat benar-benar menjadi raja sawit dunia, sekaligus mampu memenuhi pangan dan gizi dunia, produsen sawit Indonesia harus memaksimalkan potensi vitamin A dan E yang dikandung sawit sehingga tidak terbuang percuma seperti yang selama ini terjadi.

“Kita bisa menjadi produsen vitamin A dan vitamin E terbesar di dunia hanya dari sawit. Syaratnya satu, lakukan perbaikan proses pengolahan dalam produksi sawit. Jangan lagi banyak yang dibuang,” ungkap Tungkot.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: