Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Komitmen Pemerintah Percepat Program Peremajaan Sawit Rakyat

Komitmen Pemerintah Percepat Program Peremajaan Sawit Rakyat Kredit Foto: Antara/Wahdi Septiawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Program peremajaan sawit rakyat (PSR) di bawah program kerja BPDPKS bertujuan untuk membantu petani swadaya, memperbaharui perkebunan kelapa sawit agar lebih berkelanjutan dan berkualitas, serta mengurangi risiko pembukaan lahan illegal (Penggunaan Lahan, Perubahan Penggunaan Lahan dan Kehutanan/land-use, land use-change and forestry sector – LULUCF). BPDPKS memperkirakan, jika perkebunan sawit rakyat tidak dilakukan peremajaan (replanting), maka mulai tahun 2024 akan terjadi penurunan produksi.

“Apabila peremajaan sawit rakyat tiap tahun sebesar 180.000 hektare, diproyeksikan produksi CPO ditahun 2030 sebesar 56,84 juta ton,” ungkap Direktur Penyaluran Dana BPDPKS, Edi Wibowo dalam FGD Sawit pada Rabu (28/4/2021).

Baca Juga: Kebijakan Mandatori Biodiesel Sawit, Apa Saja Manfaatnya?

Lebih lanjut Edi Wibowo mengatakan, namun demikian untuk memperoleh dukungan tersebut petani harus clean and clear terutama mengenai legalitas. Petani sawit swadaya yang berpartisipasi dalam program ini harus mengikuti aspek legalitas tanah. "Mereka yang tidak, akan menerima bantuan hak.”

Untuk memastikan prinsip berkelanjutan, peserta program PSR diharuskan mendapatkan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) pada panen pertama. “Program penanaman kembali mengikuti prinsip-prinsip keberlanjutan, yang meliputi: tanah, konservasi, lingkungan dan lembaga,” tambah Edi.

Realisasi PSR dari tahun 2016 – 2020 telah mencapai 200.000 hektar. Sedangkan target program PSR dari tahun 2020 yakni sebesar 180.000 hektar per tahun.

Sementara itu, GAPKI berkomitmen menjadikan percepatan PSR sebagai fokus utama program kerja tahun 2021.

“Kami telah membentuk Satgas PSR untuk membantu pemerintah dan juga petani untuk percepatan PSR,” ungkap Sekretaris Jenderal GAPKI, Edy Martono.

Lebih lanjut, Edy menambahkan bentuk kemitraan dengan petani bisa dalam bentuk pendampingan kultur teknis, kontraktor peremajaan, avalist full commercial dan operator pengelolaan.

“Banyaknya SHM yang berpindah tangan/digadaikan menjadi kendala jaminan Bank, kondisi Koperasi, dan kepengurusan yang kurang kondusif. Penghasilan petani saat replanting serta besarnya biaya replanting, termasuk banyak bertumbuhnya pabrik tanpa kebun,” pungkas Edy.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Alfi Dinilhaq

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: