Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Orang Kaya Masih Pakai Elpiji Tabung Melon, Memalukan!

Orang Kaya Masih Pakai Elpiji Tabung Melon, Memalukan! Kredit Foto: Antara/Asprilla Dwi Adha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Gas elpiji 3 kilogram yang diperuntukan untuk kelompok miskin hingga hari ini masih banyak digunakan oleh kelompok masyarakat mampu. Akibatnya, kuota gas elpiji 3 kg sering habis di tengah jalan hingga akhirnya terjadi kelangkaan. Kelompok yang berhak pun dirugikan. 

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai bahwa kelangkaan gas elpiji ukuran 3 kg merupakan permasalahan klasik yang selalu timbul di setiap tahunya. Ini terjadi karena gas melon yang notabene menjadi hak masyarakat miskin justru digunakan kelompok masyarakat mampu. Seharusnya, masyarakat tidak mengambil apa yang menjadi hak masyarakat miskin.

Baca Juga: Pertamina Tambah Pasokan LPG dan BBM Jelang Iduladha

"Biasanya, kelangkaan akibat tidak adanya pembatasan distribusi. Masyarakat mampu masih banyak kedapatan mengunakan elpiji ukuran tiga kilogram. Ini juga terjadi karena disparitas harga dengan elpiji nonsubsidi yang masih besar," ujar Mamit kepada media, Selasa (4/8/2020).

Mamit berharap, kelompok masyarakat mampu tidak menggunakan gas elpiji 3 kilogram karena merugikan kelompok masyarakat lain dan juga para pedagang kecil yang memang lebih berhak mendapatkan gas elpiji tiga kilogram. Jika kelompok masyarakat mampu masih bandel menggunakan gas elpiji tiga kilogram, bisa dipastikan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas akan jebol dan ujung-ujungnya justru memberatkan Pertamina dan keuangan negara.

"Setiap kali over, maka ini menjadi tanggungan Pertamina. Sementara ketika kuota jebol dan terpaksa ditambah oleh Pertamina, belum tentu juga diganti pemerintah karena masih perlu dihitung selisihnya dan tergantung audit BPK," jelas Mamit.

Yang pasti, Mamit berharap masyarakat juga tidak panik karena Pertamina juga selalu bergerak cepat jika terjadi kelangkaan. Meski begitu, ia mendorong masyarakat beralih ke produk-produk gas lain milik Pertamina terutama nonsubsidi.

"Pertamina saya kira pasti sigap dengan melakukan operasi pasar untuk daerah yang terjadi kelangkaan sampai kondisi normal kembali," jelas Mamit.

Mamit pun memperkirakan jika beban supsidi naik terus, akan menyebabkan beban kekuangan negara bisa terganggu. Apalagi, ditambah saat ini 70% elpiji masih impor. Jika subsidi terus, defisit transaksi berjalan akan makin tinggi.

Karena itu, perlu ada kebijakan dalam mengendalikan elpiji 3 kg yang salah satunya adalah distribusi tertutup. Ini lebih jelas asalkan datanya beneran tepat sasaran dan jangan sampai ada kesalahan data.

Dihubungi terpisah, ekonom yang juga dosen Perbanas Piter Abdullah menilai, diperlukan pengaturan lebih terperinci dalam distribusi gas subsidi. Bisa dilakukan perubahan pola seperti subsidi gas tiga kilogram dihilangkan kemudian diberikan bantuan langsung kepada kelompok miskin. Jika dilakukan pengetatan, distribusi lebih tertutup, khawatir hanya akan memuncukan kegaduhan lain yang tidak perlu.

Dia mengatakan, tidak tepat sasarannya elpiji 3 kilogram akan menyebabkan kelangkaan, kelompok masyarakat yang seharusnya mendapat hak dan membutuhkan gas subsidi, seperti kelompok masyarakat miskin, justru dirugikan. Piter menyarakan pemerintah mengganti pola dalam mendistribuskan gas elpiji ukuran 3 kg.

"Lebih mudah mengganti polanya menjadi bantuan langsung tunai kepada masyarakat miskin, sementara subsidi gas 3 kilo ditiadakan," jelas Piter.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: