Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bagaimana Risiko Makro Global saat Ini?

Bagaimana Risiko Makro Global saat Ini? Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Upaya global dalam melakukan pengamanan sepertinya telah ditingkatkan. Pasalnya setiap jarum dalam dasbor risiko kebijakan ekonomi makro global telah bergerak ke arah itu, kata Taimur Baig, Chief Economist DBS Group Research.

Menurutnya, pasar obligasi saat ini tengah berjuang keras untuk pulih, yang menandai tingkat suku bunga kebijakan bakal diturunkan dan dijaga agar tetap rendah untuk jangka waktu  lama.

"Pemotongan tiga suku bunga pada Rabu oleh bank sentral India, Selandia Baru, dan Thailand, diiringi sinyal lebih lunak dari perkiraan, semakin memperkuat kecenderungan itu," jelas dia dalam pernyataan resminya kepada redaksi Warta Ekonomi, Selasa (13/8/2019).

Baca Juga: Bidang Ekonomi Makro, Ini PR Jokowi di Periode Kedua

Saat kurva imbal hasil datar atau terbalik, kata dia, selisih imbal hasil obligasi melebar, ekuitas laris, volatilitas mata uang melonjak, emas melonjak, serta energi dan logam industri melunak.

Dia menjelaskan, "Perang dagang masih menjadi perhatian utama, seperti halnya pelemahan di China dan Eropa. Jika data AS mulai melunak di luar industri manufaktur, lonceng alarm resesi akan berdering keras."

Terlepas dari perkembangan dramatis dalam sepekan terakhir, sentimen risiko global tidak terlalu buruk jika dibandingkan dengan Desember, menurut analisis Taimur.

"Indeks kondisi keuangan, tarif pengiriman global, perkiraan risiko di zona euro, volume pasar mata uang, kondisi pendanaan dengan dolar AS, dan selisih imbal hasil obligasi menunjukkan hasil jauh lebih buruk ketimbang akhir tahun lalu," urainya menjelaskan.

Dengan bank-bank sentral di posisi defensif, stimulus fiskal China berskala besar, permintaan domestik AS masih kuat, dan tidak ada tanda kredit akan menurun tajam di seluruh dunia, yang diperlukan untuk menghidupkan kembali sentimen adalah semua pemimpin tetap berkepala dingin dalam kaitan dengan perang dagang AS-China.

Baca Juga: Global Was-Was Kerusuhan Hong Kong, Tekanan Jual Merajalela di Bursa Asia

"Hanya dibutuhkan satu tweet untuk menggoyang pasar pada pekan lalu, yang menggarisbawahi kerapuhan sentimen. Bahayanya, tweet yang mampu meringankan kondisi itu mungkin terlalu sedikit dan terlambat untuk membendung kerusakan, yang telah terjadi pada investasi dan pertumbuhan perekonomian global," tutupnya.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: