Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Refleksi Kemerdekaan, Indef: Pemerintah Gagal Kendalikan Covid-19

Refleksi Kemerdekaan, Indef: Pemerintah Gagal Kendalikan Covid-19 Kredit Foto: Antara/Fauzan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonom yang sekaligus pendiri Indef (Institute for Development of Economics & Finance), Didik J. Rachbini, ikut merefleksikan makna kemerdekaan RI di tengah situasi pandemi yang meghantam kestabilan ekonomi.

Menurut Didik, kebijakan pemerintah soal pandemi memperlihatkan bahwa Indonesia belum merdeka dari pandemi. Pemerintah dinilainya telah gagal mengendalikan pandemi karena kebijakan sejak awal lemah dan tidak menunjukkan niat dan implementasi yang kuat mengatasi Covid-19.

Baca Juga: Soal Pidato Jokowi, Indef Menilai Kelewat Optimis

"Sejak awal pemerintah memberikan sinyal kebijakan membingungkan dan kacau sehingga disiplin dan barisan rakyat lengah, terbuka diserang Covid-19, sehingga banyak wilayah masuk zona merah selama berbulan-bulan dan hampir seluruh wilayah Indonesia terjangkit Covid-19," kata Didik dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (17/8/2020).

Indonesia, menurut Didik, adalah negara yang terbelakang dalam hal kebijakan pandemi. Hal itu terbukti dari hasil kebijakan yang nihil dan kasus harian terus meningkat. Menurutnya, justru pemerintah yang menjadi pemicu peningkatan grafik kasus harian tersebut karena mengabaikan kontrol, kebijakan PSBB lemah, anggaran kesehatan tidak memadai, tes Covid-19 sejak awal sedikit, serta prioritas di lapangan lebih pada ekonomi.

"Negara lain di ASEAN (Malaysia, Thailand, Vietnan) dan banyak negara lainnya sudah mampu mengendalikan masalah pokok Covid-19 ini. Kebijakan mengatasi pandemi di Indonesia dibandingkan negara lain tersebut terlihat sangat buruk," jelas Didik.

Jika dilihat dari grafik di atas, kasus positif Covid-19 di Indonesia masih cukup tinggi. Sementara, negara lain di ASEAN seperti Malaysia, Vietnam, dan Thailand telah mengalami penurunan jumlah kasus positif Covid-19.

Didik menyebut jika keyakinan pemerintah bisa menyelesaikan kasus melihat dari grafik tersebut serta tidak ada perasaan bersalah sebagai confidence naif. Kebijakan tidak berubah, tetap seperti biasanya sehingga tidak ada tanda-tanda kasus harian Covid-19 akan menurun.

"Dengan kegagalan yang kasat mata dalam kebijakan mengatasi pandemi ini, pemerintah selayaknya meminta maaf kepada rakyat Indonesia. Pidato kenegaraan presiden tidak memperhatikan aspek kegagalan ini dan masih menganggap kebijakan pemerintah berada pada jalur yang benar (on the right track)," lanjut Didik.

Didik menambahkan, sumber masalah pokok dari ekonomi tidak bias dikendalikan karena pemerintah mengabaikan kebijakan kendali pandemi Covid-19 ini. Dengan keyakinan pandemi akan beres dengan sendirinya, kebijakan pemerintah lebih memilih mendorong ekonomi dengan kucuran dana yang jauh melebihi anggaran kesehatan.

Strategi kebijakan ini seperti mengisi ember bocor karena masalah dasar kebocorannya tidak diatasi dengan baik. Pilihan kebijakan ini terjadi karena pengaruh bisikan yang tidak bertganggung jawab dengan mengabaikan pilihan kebijakan yang rasional.

Didik pun menilai prediksi pertumbuhan ekonomi tahun depan oleh pemerintah yang bisa mencapai 5,5 persen sebagai mimpi yang tidak rasional karena tidak mungkin dicapai dengan kondisi ember bocor seperti sekarang ini. Masalah Covid-19 di Indonesia jauh panggang dari api, sama parahnya dengan Filipina.

"Tidak ada tanda-tanda kasus harian Covid di Indonesia akan menurun. Kebijakan yang tidak sistematis, serabutan seperti ini memperlihatkan ketidakpastian, kapan kasus Covid-19 di Indonesia akan melandai," tegas Didik.

Sejak awal, pemerintah pusat menyerahkan kebijakan dan implementasi pengendalian Covid-19, PSBB atau pelonggaran PSBB, lebih banyak diserahkan kepada pemerintah daerah. Pemerintah pusat hanya memberi atau tidak memberi persetujuan PSBB kepada pemerintah daerah. Seperti diketahui bahwa pemerintah daerah mempunyai sumber daya dan dana yang sangat terbatas.

Anggaran DAU dan DAK pada umumnya 80-90 persen habis untuk rutin. Dana ina, jelas Didik, secara sembrono bahkan oleh Satgas diakui juga sebagai dana dalam rangka Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Didik menegaskan bahwa peranan pemerintah pusat yang kecil di lapangan adalah sumber kegagalan dalam kebijakan mengatasi pandemi Covid-19 ini.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: