Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Naftali Bennett: Pemimpin Israel yang Baru tapi Rasa Lama

Naftali Bennett: Pemimpin Israel yang Baru tapi Rasa Lama Kredit Foto: AP Photo/Tsafrir Abayov
Warta Ekonomi, Tel Aviv -

Parlemen Israel atau Knesset menyingkirkan Benjamin Netanyahu dari kursi perdana menteri yang telah ia duduki selama 12 tahun. Meski demikian, berbagai pihak menilai, pemerintah baru yang dipimpin politisi sayap kanan Naftali Bennett yang dilantik kemarin tak akan jauh berbeda.

Kemenangan koalisi partai dari sayap kiri, moderat, kanan dan Arab-Israel dalam pemungutan suara mosi percaya Minggu (13/6/2021) sangat tipis yakni 60-59 suara. Hal ini menunjukkan betapa rapuhnya koalisi tersebut.

Baca Juga: Inilah yang Diharapkan Biden pada Bennett: Amerika Teguh Berkomitmen...

Terkait hal itu, pemerintahan yang baru berencana menghindari langkah-langkah terkait isu luar negeri yang sensitif. Seperti kebijakan terhadap warga Palestina dan lebih fokus pada isu-isu reformasi domestik.

Netanyahu diketahui menjalankan pemerintah seturut arahan kelompok sayap kanan Israel. Selama kepemimpinannya, perluasan permukiman ilegal terus dilakukan dan terus menyurutkan wilayah de facto Palestina. Sementara serangan berulang militer ke Gaza di bawah kepemimpinannya mengakibatkan ribuan warga Palestina gugur termasuk anak-anak.

Pengusaha teknologi Naftali Bennett (49 tahun) sedianya juga berasal dari spektrum politik sayap kanan dan seorang ultranasionalis religius. Ia punya rekam jejak mendukung perluasan permukiman dan menentang negara Palestina.

Pemilihan umum yang keempat dalam dua tahun terakhir, partainya, Yamina, hanya mendapatkan empat dari 120 kursi di parlemen. Banyak pihak yang terkejut dengan naiknya Bennett ke kursi perdana menteri.

Senin (14/6/2021) dalam pidatonya di parlemen Israel, Bennett berterima kasih kepada mantan perdana menteri atas “lamanya dan pengabdian yang penuh dengan prestasi.” Pidatonya itu diiringi teriakan dari loyalis Netanyahu yang menyoraki dengan kata-kata “pembohong” dan “memalukan”.

Bennett bukan orang asing bagi Netanyahu. Ia pernah menjabat kepala staf mantan perdana menteri itu, tapi hubungan mereka memburuk saat Bennett menjabat sebagai menteri pertahanan Netanyahu. Walaupun keduanya berasal dari sayap kanan, tapi Bennett menolak ajakan Netanyahu untuk bergabung dengannya setelah pemilu terakhir pada 23 Maret lalu.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: