Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sanksi Elegan bagi Kepala Daerah Pelanggar Prokes

Oleh: Hermawan UB, Pakar Kebijakan Publik, Universita Brawijaya

Sanksi Elegan bagi Kepala Daerah Pelanggar Prokes Kredit Foto: Antara/ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/hp.
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian cukup gerah dengan  terjadinya kerumunan massa di berbagai daerah bahkan di tengah Ibu Kota di tengah pandemi akhir-akhir ini. Atas banyak kejadian tersebut kemudian Tito menerbitkan instruksi penegakan protokol kesehatan (prokes) kepada kepala daerah untuk lebih tegas mengendalikan Covid-19 dan bahkan mengancam sanksi pemberhentian jabatan bagi yang melanggar ketentuan. Baca Juga: Nggak Nyangka, Istana Ngaku, Aksi Tito Semprot Gubernur Atas Perintah Jokowi

Pencopotan jabatan Kapolda Jawa Barat dan Kapolda Metro Jaya nampaknya menjadi pembelajaran pertama pejabat publik termasuk kepolisian bagaimana harus konsisten dalam kepatuhan (pencegahan) Covid sekaligus menjadi teladan publik dalam mengutamakan keselamatan bersama. Baca Juga: Kepala Daerah Dipilih Langsung oleh Rakyat, Instruksi Tito Auto Gugur?

Sikap tegas Mendagri bisa diacungi jempol, dan banyak pihak yang setuju termasuk asosiasi kepala daerah, apalagi kasus positif Covid sekarang ini nampaknya justru semakin bertambah dibandingkan menurun. Rumah sakit kembali mulai kebanjiran pasien covid. Setiap hari muncul kasus baru, sempat menurun di awal November lalu (2.600 kasus baru) lalu naik berlipat menjadi 5.444 kasus di pertengahan bulan yang sama.

Ini menandakan ada gejala di masyarakat termasuk pejabat dan aparatnya mulai lengah dan abai dalam perang melawan pandemic Covid-19. Jadi akan menjadi suatu anomaly jika pemerintah pusat dalam hal ini  presiden sebagai panglima tertinggi yang menyatakan peperangan melawan Covid ternyata tidak diindahkan oleh para birokrat di bawahnya.

Lalu mungkinkah sanksi tegas, berupa pemberhentian jabatan kepala daerah dapat diterapkan?Secara hukum administrative bisa, jika mengacu pada UU No 12 Tahun 2012 yang diubah jadi UU No 15 Tahun 2019 tentang peraturan perundang-undangan, termasuk di antaranya peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, jika dilanggar, maka sanksinya dapat diberhentikan sebagai mana Pasal 78. 

Pengaturan mengenai mekanisme pemberhentian kepala daerah sebelumnya juga telah diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mencakup substansi mengenai alasan pemberhentian kepala daerah baik dari aspek politik maupun dari aspek yuridis. Misalnya jika dalam hal kepala daerah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam pidana penjara minimal 5 (lima) tahun, mangkir dari tugas, didakwa melakukan tindak pidana seperti, terorisme, makar dan/atau tindak pidana terhadap keamanan negara, termasuk berurusan dengan KPK karena terbukti korupsi. Kepala daerah juga dimungkinkan berhenti sebab melanggar sumpah atau janji jabatan, alasan kesehatan, meninggal dunia dan pengunduran diri.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: