Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sosok Lain Pahlawan di Tengah Pandemi: Penggali Makam Jenazah Covid-19

Sosok Lain Pahlawan di Tengah Pandemi: Penggali Makam Jenazah Covid-19 Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Warta Ekonomi, Jakarta -

Dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya menjadi pahlawan kemanusiaan di tengah pandemi Covid-19. Perjuangan para tenaga medis dalam merawat pasien Covid-19 tak perlu diragukan lagi. Namun tahukah Anda bahwa ada sosok pahlawan lain di tengah pandemi yang perjuangannya tak kalah berat, dialah para penggali makam.

Tak ada istilah berlebihan jika menyebut penggali makam sebagai pahlawan di masa pandemi. Sebab, jika tenaga medis berjuang merawat pasien di rumah sakit dan tempat-tempat isolasi lainnya, para penggali makam pun berjuang, berjibaku, dan berkontak secara langsung dengan jenazah pasien yang gugur akibat terpapar virus corona.

Baca Juga: Satgas Serukan Warga Pakai Momentum Maulid Nabi Muhammad untuk Berdoa Agar Covid-19 Usai

Sejak pandemi masuk ke Indonesia, beban dan tanggung jawab pekerjaan penggali makam bertambah hingga berkali-kali lipat jika dibandingkan dengan sebelum ada pandemi. Dengan berpeluh, mereka melawan rasa takut dan khawatir tertular virus Covid-19 dari jenazah yang mereka makamkan. Hal itulah yang kemudian menarik simpati bagi masyarakat luas. 

Sekadar mengingatkan, beberapa waktu lalu, kisah seorang penggali makam Covid-19 bahkan mendapat sorotan dari media asing. Dialah Junaedi. Kisah dari salah satu petugas penggali makam di Kompleks Permakaman Covid-19 Pondok Ranggon, Jakarta Timur itu bahkan dimuat oleh lebih dari satu media asing, yakni South China Morning Post dan AFP

Baca Juga: Petugas TPU Pondok Ranggon: Biasanya yang Dimakamkan Bisa 40 Jenazah Sehari

Dalam penuturannya, Junaedi mengaku ada sedikit kekhawatiran tertular virus corona dari jenazah yang ia makamkan. Wajar saja, dalam memakamkan, kontak dengan peti jenazah tak mungkin dihindari, terlebih lagi pada proses pengambilan jenazah dari ambulans hingga penurunan jenazah ke liang lahad. 

Namun, mengingat bahwa jenazah yang tiba di tempat permakaman sudah melewati protokol yang ketat, kekhawatiran yang lebih besar baginya justru adalah terpapar virus dari anggota keluarga pengantar jenazah yang belum dapat dipastikan steril dari virus corona. Meski begitu, atas nama kemanusiaan, ia tetap menjalankan tugas dan tanggung jawabnya mengurus jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.

"Saya khawatir dan takut, tetapi ini adalah bagian dari pekerjaan dan tanggung jawab saya," ungkap Junaedi sebagaimana diberitakan oleh Reuters. 

Dalam sehari, kata Junaedi, ia bersama petugas lainnya bisa melakukan rata-rata 20 hingga 30 penguburan jenazah Covid-19. Bahkan, angka tersebut sempat menyentuh 40 penguburan dalam sehari.

"Kita menyiapkan lubang paling sedikit 20 lubang, tapi kita pernah sampai 40 lubang gara-gara yang meninggal banyak. Itu rekor yang pernah kita lakukan," sambungnya lagi.

Seakan mengamini pernyataan Junaedi, Kasatpel dan Pengawas Khusus Pemakaman Covid-19 TPU Pondok Ranggon, Marton dan Omin, mengungkapkan bahwa jumlah jenazah Covid-19 yang dimakamkan di lokasi tersebut terus meningkat dari waktu ke waktu. Omin menyebut, saat ini tak kurang dari 700 hingga 900 jenazah mereka terima untuk setiap bulannya.

"Dari awalnya hanya puluhan per bulan, sekarag sudah 700 sampai 900 per bulan. Sampai sejauh ini, TPU Pondok Ranggon sudah menerima 3.000-an jenazah Covid-19," ungkapnya seperti dilansir dari beritasatu.com.

Junaedi bukan satu-satunya pahlawan pandemi Covid-19 di lahan perkuburan. Banyak petugas penggali makam yang sama-sama berjuang bersama Junaedi. Tak jarang, meeka bekerja hingga lewat tengah malam untuk menggali makam. Hal itu dilakukan karena jenazah harus segera dimakamkan guna mencegah penularan virus saat proses pembusukan terjadi.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: