Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Berbahaya, Sunat dengan Teknik Electrical Cauter Tidak Dianjurkan

Berbahaya, Sunat dengan Teknik Electrical Cauter Tidak Dianjurkan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sunat bagi sebagian masyarakat tidak sekedar menjalankan ajaran agama, tapi ada manfaat kesehatan bagi tubuh. Tujuan dilakukannya khitan adalah untuk menjaga ujung kemaluan agar tidak terkumpul kotoran, dan leluasa untuk buang air kecil. 

Karenanya, dengan disunat diyakini dapat menurunkan risiko infeksi saluran kemih dan kanker penis, serta membersihkan alat kelamin. Terlebih disunat juga tidak akan mengurangi kenikmatan saat berhubungan suami isteri, yang ada malah menambah kenikmatan. Baca Juga: Panduan Kesehatan Bertransaksi Uang Tunai | Infografis

Sunat adalah operasi pengangkatan atau pelepasan kulup kulit yang menutupi ujung penis. Ada berbagai metode sunat yang ditawarkan kepada masyarakat. Namun sebelum sunat dilakukan, ada baiknya orangtua mencari tahu lebih dalam mengenai teknik sunat dan tenaga medis yang tepat. 

Orangtua jangan sampai keliru memilih teknik sunat. Salah satu teknik sunat yang dipilih orangtua adalah electrical cauter? Orang menyebutnya dengan sinar laser, padahal sejatinya tidak menggunakan sinar laser. Dan, pemahaman yang salah ini harus diluruskan.

Banyak orang mengira sunat laser berarti menggunakan sinar laser, tapi faktanya tidak. Istilah sunat laser ini sebenarnya keliru, tidak menggunakan sinar laser melainkan alat yang dinamakan electric cauter.

Electric cauter ini berupa lempengan logam yang dipanaskan. Jika dialiri dengan listrik, ujung logam akan menjadi panas dan berwarna merah, sehingga dapat digunakan untuk memotong kulup. Namun, berhubung metode sunat laser ini lempengan logam yang dipanaskan, jika salah penggunaannya, maka dapat berisiko menimbulkan luka bakar. Baca Juga: Sunat Aman dan Nyaman di Tengah Pandemi, Mahdian Klem Berikan Solusi

Ingat kisah bocah Pekalongan yang kepala kelaminnya ikut terpotong setelah disunat dengan menggunakan teknik itu? Peristiwa yang terjadi pada September 2018 itu sungguh memilukan. Bukan bahagia, yang ada malah derita. Nah, inilah salah satu resiko yang tentu saja akan mempengaruhi kondisi psikologis dan fisik korban kelak ketika dia dewasa.

Ada juga laporan kasus yang dipublikasikan dalam British Medical Journal pada Januari 2013. Kasus ini jauh lebih mengerikan. Karena menggunakan teknik electric cauter, seorang bocah 7 tahun penisnya akhirnya harus diamputasi karena efek menggunakan teknik tersebut. 

Anak itu dilarikan ke pusat oksigen hiperbarik karena sianosis pada kelenjar penisnya. Ia menjalani pengobatan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen murni di dalam ruangan khusus bertekanan udara tinggi.

Dia dilaporkan telah disunat pada hari yang sama dengan menggunakan perangkat elektrokauter monopolar. Sayangnya, elektrokauter menyebabkan luka bakar yang parah pada kelenjar penis si anak. 

Pada pemeriksaan, ia mengalami nekrosis atau kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-sel dan jaringan hidup pada kelenjar dan batang penis.

Meski terlihat aman, namun nyatanya penggunaan elektro kauter monopolar, mengakibatkan kecelakaan yang dramatis pada pasien tersebut. Memang, ketika elektroda monopolar digunakan, arus listrik yang dibawa hanya menyebabkan sedikit luka bakar pada penis.

Namun, ternyata luka yang diakibatkan teknik itu memburuk dan mengakibatkan hilangnya jaringan yang signifikan yang melibatkan seluruh kelenjar dan bagian distal batang penis. Alat kelamin anak tersebut akhirnya harus diamputasi.

Pemilik Rumah Sunat dr Mahdian, dr Mahdian Nur Nasution, SpBS, sangat tidak menyarankan sunat dengan teknik electrical cauter. Menurutnya, teknik ini sangat berbahaya bagi yang disunat. Fatal bisa saja penis terpotong atau amputasi seperti kasus tadi.

"Teknik electrical cauter ini adalah metode yang paling berbahaya. Jadi teknik yang digunakan electrical cauter itu memang alat yang digunakan untuk sunat yang paling berisiko terjadinya amputasi," ujarnya, dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/12/2020).

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: