Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Catat! Hanya 3 Serangkai yang Punya Hak Wakili Istana: Moeldoko, Pratikno, & Pramono Anung

Catat! Hanya 3 Serangkai yang Punya Hak Wakili Istana: Moeldoko, Pratikno, & Pramono Anung Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi -

Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, yang bilang hanya ada tiga pejabat yang mewakili sikap Istana, yakni dirinya, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, dan Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung, terus jadi bahan omongan. Jika Fadjroel Rachman dan Ali Mochtar Ngabalin yang selama ini selalu diandalkan wartawan, tak bisa disebut mewakili Istana, memang Pak Moeldoko bisa ditelepon malam-malam ya

Omongan Moeldoko ini muncul setelah terjadi beberapa kali simpang siur informasi di kalangan Istana. Agar tak terjadi kesalahan, Moeldoko menyebut Tenaga Ahli Kepala Staf Kepresidenan (KSP) seperti Ali Mochtar Ngabalin tak bisa mewakili sikap Istana. Tenaga Ahli KSP hanya berbicara atas nama KSP. Bahkan Jubir Presiden, Fadjroel Rachman juga tak mewakili sikap Istana.  Baca Juga: Jokowi Tambah Personel di Struktur Komite Penanganan Covid-19

Sikap Moeldoko ini menggambarkan gaya komunikasi Istana tidak luwes. Sifat kaku dalam komunikasi, justru akan merugikan Istana, lantaran akan memunculkan hambatan dalam menyebarkan informasi. 

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis, mengatakan, siapa yang berhak bicara mewakili Istana, sebenarnya tidak ada aturan spesifik. Hal ini sangat bergantung pada kebijakan Presiden. Secara konvensional, kata dia, yang sebenarnya bisa mewakili Istana menyampaikan seluruh kebijakan Presiden adalah Mensesneg. Baca Juga: Dear Pak Jokowi, Ribuan Petani Tembakau Siap Geruduk Istana Kalau Cukai Rokok Naik Lagi

“Namun, tak mungkin karena yang diurus Mensesneg begitu banyak, maka diangkat jubir,” kata Margarito, kepada Rakyat Merdeka, semalam. 

Pria yang juga pernah berkantor di Istana sebagai Staf Khusus Mensesneg tahun 2006-2007 itu, menilai ucapan Moeldoko itu sebagai rambu. Jika jubir dan staf komunikasi sudah tak dianggap, lalu buat apa jabatan itu? “Harusnya dibubarin jabatan Jubir itu, karena tidak bisa bicara lagi kan,” ujarnya. 

Sikap kaku Moeldoko seperti ini justru akan menghambat komunikasi Istana. Informasi yang harusnya cepat disebarkan ke publik terhambat karena birokrasi yang rumit. Informasi yang terlambat justru akan merugikan Istana sendiri. “Apalagi Moeldoko belum tentu bisa ditelepon malam-malam,” ujarnya. 

Pengamat Komunikasi Politik, Ujang Komarudin, seirama dengan Margarito. Menurutnya, fungsi Jubir Presiden saat ini memang tidak jelas. Apalagi dengan kerap blundernya pernyataan dari orang-orang di lingkaran Istana. Meskipun komunikasi di Istana tambah runyam, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review ini menilai, Jubir Presiden dan jabatan-jabatan serupa di Istana tidak akan dibubarkan. Hanya dilumpuhkan saja. “Karena itu kan akomodasi politik. Kalau dibubarkan, mereka akan nganggur dan marah,” ucapnya. 

Sementara, pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing mengatakan, Juru Bicara Presiden mestinya bertugas mewakili atau atas nama Presiden. Sebab, nama jabatannya saja sebagai Jubir Presiden. Menurut dia, cara mengatasi kesimpangsiuran informasi di Istana bukan dengan cara menghapus kewenangan jubir, tapi memilih sosok yang tepat. “Jubir Presiden itu mestinya seorang komunikolog,” kata Emrus. 

Emrus juga menilai munculnya perbedaan pernyataan karena komunikasi di Istana belum dikelola secara benar, dan profesional. Karena itu, dia menyarankan Presiden membentuk unit baru. Misalnya, seperti Kepala Unit Komunikasi Kepresidenan. Nah, Kepala Unit Komunikasi Kepresidenan tersebut menjadi penanggung jawab komunikasi di Istana. Semuanya diarahkan untuk satu kata seperti yang Presiden katakan. “Jubir harus orang komunikasi,” ujarnya. 

Sebelumnya, Jubir Presiden Fadjroel Rachman mengamini pernyataan Moeldoko. Bahwa hanya tiga orang yang pernyataannya bisa mewakili Istana. Jubir, tidak. Sementara Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin mengaku, tak pernah dilarang berbicara atas nama Istana. Semua masih normal-normal saja sampai saat ini.

Baca Juga: Pria Buleleng Diringkus usai Curi Tabung Gas-Barang Elektronik

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Lestari Ningsih

Bagikan Artikel: