Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kenangan Dahlan Iskan tentang Djoko Tjandra dan Bos Bank Bali

Kenangan Dahlan Iskan tentang Djoko Tjandra dan Bos Bank Bali Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menguak cerita yang kembali hangat di Tanah Air. Kali ini, dia membeberkan cerita lama antara Djoko Tjandra dengan Dirut dan pemilik Bank Bali, Rudy Ramli.

Kini, Djoko Tjandra telah berhasil ditangkap dan ditahan selama 2 tahun di Rutan Salemba setelah menjadi buron selama belasan tahun.

Baca Juga: Korupsi Rp940 Miliar, Djoko Tjandra Pantas Dihukum Mati?

Dahlan mengaku kenal baik dengan Rudy Ramli, pemilik Bank Bali itu. Baru-baru ini bahkan dia menanyakan respons Rudy atas penangkapan Djoko Tjandra. Kata Dahlan, Rudy tampak seperti biasa-biasa saja atas penangkapan tersebut. Namun, penangkapan ini mengingatkannya pada masa lalu.

Dahlan pun menguak cerita Bank Bali saat krisis 1998 dan sengkarut hak tagih. Di tengah krisis ekonomi dan kurs rupiah yang terus merosot saat itu, Rudy Ramli berpikir untuk memperkuat modal. Saat bertemu baru-baru ini, Rudy disebut Dahlan tak lagi kelihatan lesu seperti peristiwa kehilangan bank itu.

"Orang lain kehilangan kartu kredit atau dompet. Rudy Ramli kehilangan Bank! Sekaligus istri yang belakangan juga terlihat lebih sering dengan Djoko Tjandra," ungkap Dahlan lewat tulisan yang diunggah di situs pribadinya Disway.id.

Awalnya, lanjut Dahlan, Rudy tidak kenal dengan Djoko Tjandra. Dia hanya tahu Djoko adalah pemilik grup Mulia, termasuk hotel Mulia di Senayan, gedung-gedung Mulia dan pabrik keramik Mulia.

"Ia tidak tahu kalau istrinya ternyata kenal Djoko Tjandra," ucapnya. 

Pada Oktober 1998, sang istri memberitahu Rudy bahwa ada orang yang ingin bertemu suaminya bernama Djoko Tjandra. Bank Bali saat itu sama sekali tidak kekurangan likuiditas, justru ingin meminjamkan uang antarbank. Namun, dalam keadaan ekonomi yang sulit, tidak mudah menyalurkan kredit ke perusahaan.

Akhirnya, Rudy pun menaruh uang di sertifikat Bank Indonesia yang memang lebih aman sampai-sampai Bank Indonesia malah kewalahan karena uangnya terlalu banyak.

"Rudy pun terus dihubungi Bank Indonesia: jangan taruh lagi di BI. Rudy disarankan agar menyalurkan uangnya ke pasar uang. Seorang pejabat tinggi di BI memperlihatkan konsep keputusan BI ke Rudy Ramli bahwa uang yang disalurkan ke bank lain juga dijamin oleh BI," tulis Dahlan.

Dengan saran tersebut, Rudy pun melayani pinjaman antarbank. Namun, lanjut Dahlan, kecukupan modal beda dengan likuiditas. Meski likuiditas kuat, modal masih harus diperkuat. Apalagi, diperkirakan ekonomi akan terus memburuk.

Cerita Janggal Hak Tagih

Singkat cerita, Bank Bali kemudian ingin menambah modal Rp1,4 triliun dengan menggandeng penasihat keuangan asal Amerika, JP Morgan. Akhirnya, bertemulah dengan Citibank yang berniat ingin membeli transaksi credit card dengan nilai Rp1,5 triliun. Namun saat itu, kontraknya tidak disetujui oleh BI dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Menurut pangakuan Rudy kepada Dahlan, dia kemudian didorong memilih Standard Chartered untuk penambahan modal tersebut dan terjadilah tanda tangan kontrak di gedung BI pada 22 April 1999. Kontrak berlaku untuk masa 3 bulan dan pembicaraan harus selesai tanggal 22 Julli 1999.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: