Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mau Ambil Kredit? Ketahui Dulu Eksekusi Jaminan Fidusia Berikut

Mau Ambil Kredit? Ketahui Dulu Eksekusi Jaminan Fidusia Berikut Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pasal 15 ayat 2 dan 3 Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia digugat ke Makmahah Konstitusi (MK). Ahli hukum perdata dariĀ Universitas Indonesia, Akhmad Budi Cahyono mengatakan, dua pasal tersebut menjamin kebendaan dalam hal ini jaminan fidusia bersifat khusus dibandingkan jaminan lainnya untuk mengikat kreditur dan debitur.

Dia menjelaskan, jaminan fidusia merupakan jaminan khusus kebendaan yang mengikat antara kreditur dan debitur sejak zaman Belanda, di mana kreditur lebih diutamakan (preferent). Hak khusus yang diterima kreditur dibandingkan kreditur lainnya sudah diatur dalam pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-Undang Hukum (KUH) Perdata.

"Salah satu karakteristik jaminan khusus kebendaan yakni mudah eksekusinya. Ini didasarkan pertimbangan, dalam jaminan khusus kebendaan, debitur mengikatkan diri dengan kreditur untuk memberikan jaminan khusus pada kreditur berupa benda milik debitur guna menjamin kewajiban debitur sesuai perjanjian pokok jika debitur wanprestasi," kata Akhmad saat memberikan keterangannya sebagai saksi ahli di MK, Senin (13/5/2019).

Dia menjelaskan, kemudahan eksekusi tersebut penting guna menarik kreditur memberikan dananya berupa pinjaman agar memberikan keyakinan dan kepastian hukum bagi kreditur bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya. Tanpa kemudahan ini, kreditur tentu enggan memberikan dana dalam bentuk pinjaman kepada debitur.

Selain itu, obyek jaminan fidusia umumnya adalah benda bergerak yang nilainya tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan benda tetap. Nilai yang tak terlalu tinggi tersebut tidak boleh merugikan kreditur sebab biaya eksekusi saat debitur wanprestasi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bendanya.

"Salah satu kemudahan dalam eksekusi jaminan fidusia adalah dengan pelaksanaan titel eksekutorial sebagaimana diatur dalam pasal 15 ayat 2 UU Jaminan Fidusia junto pasal 29 ayat 1a UU Jaminan Fidusia. Apabila debitur tidak mau menyerahkan obyek jaminan secara sukarela dalam rangka eksekusi, kreditur dapat melakukan titel eksekutorial dengan memohon eksekusi ke pengadilan," ungkapnya.

Akhmad mengungkapkan, kemudahan eksekusi jaminan fidusia selain ada di titel eksekutorial pada pasal 15 ayat 2, juga ada di parate eksekusi sesuai pasal 15 ayat 3 UU Jaminan Fidusia junto pasal 29 ayat 1 huruf b dan c UU Jaminan Fidusia. Berbeda dengan title eksekutorial, parate eksekusi dilakukan tanpa bantuan pengadilan melalui pelelangan umum dan penjualan di bawah tangan berdasarkan kesepakatan pemberi serta penerima fidusia.

Baca Juga: Biar Kendaraan Nggak Diambil Paksa, Yuk Pahami UU Fidusia!

"Meskipun tidak bisa memasukan upaya paksa dalam bentuk permohonan eksekusi melalui pengadilan, namun parate eksekusi tetap memiliki arti penting bagi kreditur apabila benda jaminan adalah benda bergerak tidak berwujud seperti saham dan piutang lainnya yang tidak diperlukan penyerahan secara fisik dalam rangka eksekusi. Mekanisme ini tentu akan memangkas waktu dan biaya eksekusi," ujarnya.

Sementara itu, ahli hukum perdata dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Aria Suyudi menyampaikan, pada prinsipnya jaminan fidusia merupakan jaminan kebendaan yang diberikan kepada kreditor sebagai konsekuensi dari ketentuan pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Pada jaminan benda bergerak bersifat non-possessory (tanpa penguasaan), jaminan fidusia pada sistem hukum Indonesia didasarkan pada konsep bahwa kepemilikan atas benda bergerak tertentu yang dijaminkan debitur dialihkan secara kepercayaan pada kreditur. Debitur tetap diperbolehkan menguasai dan menggunakan benda bergerak tersebut untuk keperluannya.

"UU Jaminan Fidusia memudahkan kreditur melakukan eksekusi jika debitur cidera janji. Bila terjadi cidera janji, berdasarkan pasal 15 ayat 3, kreditur diperkenankan atas kekuasaannya sendiri untuk menjual benda jaminan. Ini dapat pahami karena benda bergerak mudah dipindahtangankan dan mudah dipisah atau ganti," ungkapnya.

Terkait eksekusi pada jaminan fidusia, Aria menambahkan, eksekusi tanpa melalui pengadilan merupakan praktik terbaik di dunia internasional. Salah satu contohnya, di Australia eksekusi jaminan bisa dilakukan serta merta oleh kreditur atau wakilnya, pasal 123 Personal Property Security Act 2009 mengatur bahwa kreditur diperkenankan menyita jaminan dengan cara yang diperbolehkan undang-undang jika debitur cidera janji dalam perjanjian penjaminan.

"Mayoritas penarikan benda jaminan dilakukan lembaga jasa penagihan utang (debt collector). Industri penagihan utang sendiri diatur pemerintah. Beberapa negara bagian memiliki regulasi khusus tentang tenaga jasa penagihan utang ini dan memberlakukan sertifikasi terhadap profesi tersebut," ungkapnya.

Sedangkan di Amerika Serikat, buku 9 pasal 609 Universal Commercial Code (UCC) mengatur pemegang hak jaminan dapat menarik jaminan melalui proses peradilan atau tanpa proses peradilan jika dilakukan tanpa mengganggu kedamaian (without breach of peace).

"Berdasarkan survei Easy of Doing Business (EoDB) 2019 diketahui dari 133 negara yang disurvei memiliki ketentuan dalam sistem jaminan benda bergerak dapat dilakukan eksekusi tanpa melalui pengadilan jika debitur wanprestasi. Jumlah ini meningkat 30% dari survei EoDB 2010, yang ketika itu mencatat hanya 100 negara yang memiliki ketentuan eksekusi tanpa melalui pengadilan," imbuhnya.

Lebih jauh, Aria menambahkan, peningkatan 133 negara ini menunjukkan seluruh dunia bergerak ke arah penyederhanaan eksekusi jaminan benda bergerak dengan tidak melalui pengadilan, untuk memastikan pelaksanaan hak yang cepat, sederhana, dan berbiaya ringan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: