Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KOL Stories x Ken Handersen: Mengelola Keuangan yang Baik di Umur 20-an, 30-an, 40-an Hingga Pensiun

KOL Stories x Ken Handersen: Mengelola Keuangan yang Baik di Umur 20-an, 30-an, 40-an Hingga Pensiun Kredit Foto: Instagram/Ken Handersen
Warta Ekonomi, Jakarta -

Memang tidak ada jaminan seseorang akan selalu hidup dalam kondisi finansial yang aman dan tentram, namun setidaknya ada rencana yang sudah tersusun rapi untuk hari ke depan jika kita telah mempunyai pengelolaan keuangan yang baik sejak muda.

Mengelola keuangan tidak didasarkan pada besar kecilnya gaji atau pendapatan, melainkan gaya hidup. Kerap kali kita terlalu memaksakan diri untuk mengikuti keinginan bukan kebutuhan.

Baca Juga: Dukung Pelaku Jasa Keuangan Hadapi Tantangan Pasar, MDRT Bakal Gelar Temu Virtual dalam 15 Bahasa

Sehingga mau sebesar apapun gaji atau pendapatan jika tidak memiliki pengelolaan keuangan yang mumpuni maka kita akan tetap merasa kekurangan. Pasalnya, kita akan selalu memiliki keinginan baru yang muncul ketika sudah mencapai suatu fase kehidupan. Makanya, mengatur keuangan pada umur 20 tahunan, 30 tahunan, 40 tahunan, dan pensiun tidak sama. 

Untuk itu, perencanaan keuangan yang baik sangat berguna untuk masa depan. Semakin cepat kita mengambil langkah untuk masa mendatang, maka akan lebih baik.

Warta Ekonomi melalui program KOL Stories pun berinisiatif untuk membahas mengenai bagaimana cara mengelola keuangan yang baik di Umur 20-an, 30-an, 40-an dan bahkan ketika kita pensiun. Kali ini, KOL Stories akan berbincang-bincang dengan Ken Handersen yang merupakan seorang qualified wealth planner, founder of Gatherich, property developer, sekaligus investor muda. 

Berbicara mengenai keuangan memang sangat menarik, menurut mas apa yang membuat seseorang bisa memiliki kehidupan yang berkecukupan secara finansial?

Kalau dibilang cukup, ini artinya income harus bisa lebih banyak daripada pengeluaran. Tetapi banyak orang yang sedang struggle karena dia merasa income selalu kurang. Padahal, dia tidak mengukur pengeluarannya. Saya memegang satu prinsip, yaitu semua yang bisa diukur pasti bisa ditingkatkan. 

Jadi, bagaimana caranya meningkatkan keuangan kita? Ukur berapa pengeluaran dan berapa pemasukan yang didapat, kemudian catat berapa uang yang masuk dan uang yang keluar. Lakukan evaluasi tiap bulannya, lalu cek bagian mana saja yang pengeluarannya besar. Jika ada selisih lebih bisa ditabung terus di invest.

Nah, kalau selisihnya kurang? Ini sering menjadi masalah antara lebih mudah meningkatkan income atau menurunkan pengeluaran? Mungkin lebih mudah untuk menurunkan pengeluaran, tetapi kalau tidak pernah diukur pengeluarannya, bagaimana mau diturunin? Kamu tidak akan tau bagian mana yang harus turun, bukan? 

Waktu itu saya pernah diundang event OJK, kemudian saya dapat pertanyaan dari salah satu peserta yang mengatakan kenapa kita harus hidup hemat? Kemudian saya tanya balik dia, income yang cukup menurut kamu itu berapa? Pengeluaran kamu itu berapa? Nah, dia tidak bisa jawab. Karena dia tidak ukur pengeluarannya.

Apakah menurut mas di setiap fase kehidupan cara mengelola keuangan akan berbeda? Jika berbeda, apa sebabnya? 

Ada bedanya, tetapi selama kita sudah tahu pola dalam mengatur keuangan yang baik, kita akan aman di masa depan. Contohnya nih saat kamu menikah, you married the whole family. Jika tadinya secara mandiri persiapan keuangan sudah aman, tiba-tiba keluarga suami atau keluarga istri membuat kamu jadi sandwich generation, sudah pasti harus mengelola keuangan dengan cara yang berbeda. 

Jika dibilang mengubah realita kehidupan dari fase hidup sebelumnya sih mungkin iya. Simplenya seperti ini, kita bisa berpingkir jangka panjang ato pendek. Jika kita berpikir untuk jangka pendek, kita hanya mikir untuk diri kita sendiri.

Tetapi jika kita mikir untuk jangka panjang, maka kita berusaha supaya di masa depan keuangan kita tetap aman. Misalnya jika kita masih single, kita bisa memikirkan hidup untuk diri sendiri saja, dan jika dapat uang mungkin belum disisihkan untuk masa depan.

Padahal suatu saat kita bisa ketemu calon pasangan. Lebih enak mana saat ketemu pasangan sudah punya duit untuk persiapan nikah atau menyiapkan dana dari nol? Tentu kan lebih enak jika sudah punya pegangan uang utk persiapan nikah. Maka dari itu kita harus lakukan budgeting, sisihkan untuk persiapan pranikah masa pasca-nikah. Kemudian siapkan juga dana untuk keperluan anak.

Lalu bagaimana cara mengelola keuangan yang baik ketika kita berusia 20-an, 30-an, 40-an, dan pensiunan?

Intinya kita harus siapkan pos-pos keuangan yang biasa saya sebut dengan 3S, yaitu Sharing-Tax & donation, SIP-Saving & Investing Protection, dan Spending - kebutuhan hidup beserta gaya hidup. Mungkin yang membedakan adalah saat spending uang diusia 20 tahun untuk keperluan diri sendiri.

Namun sebaiknya kita sudah harus membagi pos-pos penyimpanan uang, mana yang buat dana darurat, dan mana yang buat persiapan tabungan nikah. Bentuk investing ini bisa lebih agresif, karena saat usia masih muda yang paling penting adalah belajar analisa. Misalnya bisa ikut Richtalk untuk belajar investasi lebih dalam. Selain itu belum di usia muda belum membutuhkan life insurance jika belum ada tanggungan, tetapi penting untuk memiliki asuransi kesehatan. 

Saat usia 30 tahun, bagaimana cara spendingnya untuk kebutuhan keluarga dan bagaimana cara atur dana pendidikan anak? dana untuk masa depan anak juga bisa di invest dengan menaruh di instrumen yang low risk. Instrumen investasi low risk ini juga bisa untuk menyimpan dana agar bisa dinikmati saat pensiun. Dari pada beli asuransi pendidikan, mending belajar investasi sendiri. Contohnya tadi adalah Richtalk, kamu bisa belajar analisa investasi secara mendalam supaya tahu apa saja resikonya. 

Di usia 40 tahun, kita sudah pasti akan spending uang untuk keluarga. Maka dari itu, gunakan instrumen investasi low risk supaya punya dana untuk masa depan di hari pensiun yang lebih terjamin. Untuk itu, mulai dihitung dari sekarang, apa saja kebutuhan sekarang dan di masa depan, kalikan menggunakan excel per inflasi 10% setiap tahun. 

Apa saja kesalahan yang kerap kali dilakukan seseroang dalam meengelola keuangan?

Misalnya, kamu tidak tahu apakah memiliki uang yang cukup atau tidak, seperti merasa cukup tiba-tiba jatuh miskin, kan jadi tidak lucu. Ditambah lagi spending habit kamu juga tinggi. Atau misalnya kamu punya toko tetapi hanya tahu uang yang masuk namun tidak tahu berapa jumlah keuntungan bisnisnya tapi tetap bertahan hanya karena uangnya selalu berputar saja tidak bertambah.

Selain itu, ada orang yang selalu menggunakan kartu kredit. Walaupun gajinya cukup tinggi, tapi setiap beli barang selalu cicil, sehingga akan berasanya di lain hari, tiba-tiba cicilannya menumpuk dan terkena limit, sehingga hanya bisa membayar minimal payment-nya saja. Gaji tinggi tidak menjamin seseorang akan sejahtera jika tidak sadar dengan posisi keuangannya.

Seberapa penting memiliki financial planner?

Financial planner itu tidak boleh punya agenda untuk mengarahkan seseorang berinvestasi ke salah saty instrumen saja. Makanya kami selaku Gatherich itu netral, dan jika diminta untuk endorse, kami akan memberi honest review. Yang terpenting adalah kita jangan beraharap dapat cuan dengan cepat karena ini bisa membahayakan. Jadi untuk investasi pun kita harus tahu prosesnya bagaimana, harus belajar cara analisanya secara mendalam, sehingga kita tahu uang kita saat diinvestasikan akan digunakan untuk apa.

Jika tidak mampu menggunakan jasa financial planner, lalu bagaimana agar kita bisa mengelola keuangan dengan baik?

Jika kamu merasa punya waktu dan niat lebih, financial planner itu bukan menjadi prioritas. Tetapi jika kamu merasa tidak punya waktu dan tidak mampu atau berusaha mencari tahu sendiri soal perencaan keuangan, maka financial planner sangat bisa bantu kamu. Sebenarnya semua itu bisa kamu lakukan sendiri, asal ada niat dan mau meluangkan waktu dan tenaga.

Penting untuk kita harus tahu tujuan keuangan yang ingin dicapai. Misalnya untuk naik haji, beli rumah, dan nikah pasti butuh uang. Nah, kita harus budgeting uang yang kita tabung, kemudian harus kita apakan? Bagaimana supaya uangnya bisa berkembang? Mungkin kita bisa menjawab dengan cara berinvestasi, tetapi apakah sudah mengerti bagaimana investasi yang baik dan tepat? Apa saja resiko yang dihadapi? Jika belum mengerti, maka kita harus cari tahu apa akar masalahnya. 

Saat ini banyak orang yang terjebak. Setelah lihat media sosial, banyak orang yang mencari uang lewat apa yang sedang booming selalu ikutan. Padahal saat dia ikut, tren-nya sudah hampir selesai. Akhirnya uang mereka terjebak sehingga harus cut loss. Kemudian, banyak orang yang pamer harta di media sosial, sehingga kita jadi kepancing untuk punya barang yang mereka punya. Bayanginkan, jika ada orang bermain bola. tetapi tidak ada gawang.

Ya, bolanya hanya berputar di lapangan saja. Tetapi jika ada gawang dan ternyata dia berhasil mencetak gol, maka dia akan melakukan selebrasi gila-gilaan dan mungkin mainnya akan semakin semangat. Kita harus ingat tujuan keuangan kita apa dan bagaimana, karena masih banyak orang yang belum tahu tujuan hidupnya ingin melakukan apa. Mungkin dia jadi kejebak dengan tujuan orang lain dan lupa untuk menulis tujuan yang ingin dicapai dalam hidupnya.

Adakah pesan yang ingin disampaikan kepada para penonton?

Uang itu hanya alat saja. Karena yang paling penting itu tujuan keuangannya, what will you do with your money? Coba tanya ke diri sendiri, apa yang sudah kamu lakukan setiap hari untuk mencapai tujuan atau jangan hanya termakan oleh media sosial saja? 

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Patrick Trusto Jati Wibowo
Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: