Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Don't Worry! Pangsa Pasar Bank Asing Masih Cilik di Indonesia

Don't Worry! Pangsa Pasar Bank Asing Masih Cilik di Indonesia Kredit Foto: Tanayastri Dini Isna
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan kepada masyarakat untuk tak perlu khawatir dengan adanya bank asing di Indonesia. Pasalnya, sampai saat ini pangsa pasar bank asing masih kalah jauh dibandingkan bank domestik.

Asal tahu saja, baru-baru ini grup keuangan asal Korea Selatan, Kookmin Bank, meyatakan siap menjadi pemegang saham pengendali Bank Bukopin. Kookmin Bank telah menempatkan dana US$200 juta atau setara Rp2,74 triliun di rekening penampung. Dana tersebut disiapkan Kookimn dalam rangka menjadi pengendali Bank Bukopin dengan kepemilikan saham maksimum 67%.

Baca Juga: Siap-siap, OJK Bakal Keluarkan Kebijakan Lanjutan

Direktur Eksekutif Penelitian dan Pengaturan OJK, Anung Herlianto, mengatakan bahwa total bank asing saat ini ada 40 bank, di mana delapan di antarannya adalah kantor cabang bank asing dan sisanya bank dengan mayoritas kepemilikan asing.

"Dalam lima tahun terakhir, bank asing pangsa pasarnya hanya 27%, enggak beranjak dalam 3-4 tahun terakhir, malah turun dulu sempat 32%, jadi justru bank domestik lebih menguasai (73%). Jadi enggak perlu khawatir," ujarnya saat webinar bertajuk "Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank di Jakarta", Kamis (9/7/2020).

Dia melanjutkan, dari sisi panga pasar kredit secara keseluruhan masih dikuasai oleh bank pemerintah yang mencapai 43%. Lalu bank swasta nasional 24% dan BPD 9%. Sementara untuk kantor cabang bank asing 3% dan bank yang dimiliki asing 21%.

Lalu dari sisi pangsa pasar dana pihak ketiga (DPK), pangsa pasarnya masih dikuasai bank pemerintah sebesar 41%, bank swasta nasional 23% dan BPD 8%. Sedangkan untuk bank yang dimiliki asing menguasai 22% dan kantor cabang bank asing 6%.

Menurutnya, kehadiran investor asing melalui penanaman modal asing (PMA) sangat diperlukan karena turut memberikan kontribusi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Kita itu jarang memperhitungkan Foreign Direct Investment (FDI) dari setoran modal asing, padahal itu permanen, sekali setor modal tidak bisa ditarik kembali. Ketentuan kita tidak boleh beri kredit nonresiden. Devidennya mereka nanti kebanyakan untuk tambah modal tidak untuk direpatriasi," jelasnya.

Lebih jauh, lanjutnya, kepemilikan modal di masa pandemi Covid-19 saat ini sangat krusial untuk penguatan struktur perbankan. Merespons ini, regulator sudah mengeluarkan ketentuan yang mewajibkan modal inti minimum perbankan sebesar Rp3 triliun. Lewat ketentuan ini, modal BUKU 1 mulai 2020 menjadi minimum Rp1 triliun. Pada 2021 meningkat menjadi Rp2 triliun dan minimum Rp3 triliun pada 2022.

"Peran kepemilikan sangat-sangat diperlukan saat ini tidak peduli dari mana asalnya mereka. Karena permasalahan bank tidak jauh dari kepemilikan modal," tukas Anung.

Untuk diketahui, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Data OJK menyebutkan, hingga 17 Juni, Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK terpantau pada level 123,2% dan 26,2%, jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50% dan 10%.

Sementara, permodalan perbankan juga terjaga stabil pada level yang memadai, di mana Capital Adequacy Ratio (CAR) Bank Umum Konvensional tercatat sebesar 22,16%.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Puri Mei Setyaningrum

Bagikan Artikel: