Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

KPAI Catat Dua Kasus yang Menimpa Anak Alami Lonjakan Tinggi Efek Pandemi Covid-19

KPAI Catat Dua Kasus yang Menimpa Anak Alami Lonjakan Tinggi Efek Pandemi Covid-19 Kredit Foto: Antara/Saiful Bahri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan, pandemi Covid-19 berpotensi kuat meningkatnya angka putus sekolah dan pernikahan anak. 

Masih tingginya kasus Covid-19, membuat sebagian besar daerah memutuskan menunda sekolah tatap muka dan memilih memperpanjang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Ini artinya, sudah hampir setahun kegiatan PJJ dilaksanakan.

Baca Juga: Alhamdulillah, Kabar Baik Kasus Covid-19 Indonesia, Mulai Tenang Karena Hanya 20 Persen yang Dirawat

Mulai Juni 2020 sampai Februari 2021, KPAI menerima pengaduan terkait masalah pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikann (SPP), terutama di sekolah-sekolah swasta.  Kasus-kasus tersebut diselesaikan melalui mediasi dengan melibatkan Dinas Pendidikan setempat 

Pengaduan mulai dari meminta pengurangan SPP, karena adanya kebijakan Belajar Dari Rumah (BDR) serta masalah tunggakan SPP, mulai dari tunggakan 3 bulan sampai 10 bulan.  “Meskipun DKI Jakarta masuk pengaduan terbanyak, Dinas Pendidikan DKI Jakarta sangat kooperatif dalam upaya menyelesaikan dan memiliki program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan KJP Plus bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu. Sehingga memudahkan penyelesaian,” ujar Retno Listyarti, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, dalam rilis, Kamis (18/2). 

Lebih jauh dikatakan Retno, pandemi juga menjadi salah satu pemicu peserta didik berhenti sekolah. Penyebabnya, terjadi pernikahan dini atau siswa memilih bekerja membantu ekonomi keluarga karena orangtua kehilangan pekerjaan. Ketika anak menikah atau bekerja, maka secara otomatis dia berhenti sekolah. 

Jenis pekerjaan para siswa umumnya pekerjaan informal, seperti tukang parkir, kerja di cucian motor, di bengkel motor, di percetakan, berjualan bensin di rumah, asisten rumah tangga (ART). Dan ada juga yang membantu usaha orangtuanya, karena sudah tidak mampu lagi membayar karyawan. 

“Bahkan, pada salah satu SMK swasta di Jakarta yang mayoritas siswanya memang dari keluarga tidak mampu, rata-rata per kelas ada 4 siswa bekerja,” ungkap Retno. 

Namun, mereka diberikan kesempatan menyusulkan tugas. Uang SPP tidak ada masalah, karena di DKI Jakarta mereka mendapatkan KJP Plus (Kartu Jakarta Pintar Plus). 

Selain itu, aktivitas belajar di rumah tanpa pengawasan orangtua akan berpotensi mengakibatkan remaja memiliki keleluasaan dalam bergaul di lingkungan sekitar. Ini terjadi bila pengawasan orangtua terhadap anaknya sangat lemah. Sehingga tidak dapat dihindari terjadinya pergaulan bebas, yang mengakibatkan kehamilan di luar nikah dan menyebabkan angka dispensasi meningkat di masa pandemi ini.

Untuk itu KPAI mendorong dinas pendidikan di daerah memetakan bersama sekolah, terkait anak-anak yang berpotensi putus sekolah karena tidak memiliki biaya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Alfi Dinilhaq

Bagikan Artikel: